Sabtu, 25 Juli 2020

Rekristalisasi


REKRISTALISASI

Definisi

Rekristalisasi merupakan suatu teknik klasik yang bisa digunakan dalam pemurnian zat. Rekristalisasi adalah teknik pemurnian suatu zat padat dari pengotornya dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Prinsip dasarnya adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan zat pengotornya. Untuk mengetahui dapat atau tidaknya suatu zat untuk dimurnikan dengan teknik rekristalisasi bisa diuji dengan menguapkan pelarutnya. Jika setelah pelarut diuapkan terbentuk residu berupa zat padat maka zat tersebut dapat direkristalisasi, tapi jika residunya berupa cairan maka pemurnian dengan teknik ini tidak dapat dilakukan. Selain itu, jika pengotor zat terlalu banyak, maka tidaklah mudah untuk dimurnikan dengan teknik rekristalisasi. Untuk itu, sangatlah diperlukan pemahaman yang luas tentang teknik-teknik pemurnian zat bagi seseorang yang akan bekerja di laboratorium.

 

Pemilihan Pelarut

Kemurnian zat hasil proses rekristalisasi sangatlah dipengaruhi oleh pelarut yang digunakan. Oleh sebab itu, sebelum melakukan pemisahan dengan teknik ini diperlukan pemilihan pelarut terlebih dahulu. Pemilihan pelarut pada teknik rekristalisasi dilakukan dengan cara memasukkan sejumlah zat padat yang akan direkristalisasi ke dalam sebuah tabung reaksi, kemudian ditambahkan beberapa tetes (3 atau 4 tetes) pelarut yang akan digunakan dan kemudian dikocok. Kemungkinan yang timbul adalah zat padat yang tidak larut atau larut sebagian. Pelarutan zat padat dilakukan pada suhu dingin (suhu amar) dan suhu panas. Jika tidak larut seluruhnya baik dalam keadaan dingin atau panas, maka dicari pelarut yang lain sampai ditemukan pelarut yang dapat melarutkan dengan baik dalam keadaan panas tetapi tidak larut pada suhu kamar. Pemilihan pelarut berdasarkan uji dengan pedoman atau acuan dapat dilihat pada tabel berikut:


Kondisi

Pelarut

A

B

C

D

Suhu Dingin

Larut

Larut

Tidak larut

Tidak larut

Suhu Panas

Larut

Tidak larut

Larut

Tidak larut

Berdasarkan tabel di atas, maka pelarut yang paling cocok untuk digunakan dalam proses rekristalisasi adalah pelarut C, dimana zat padat tidak larut pada suhu kamar tetapi larut pada suhu panas.

Apabila pada uji kelarutan tidak ditemukan pelarut tunggal, maka teknik rekristalisasi dapat menggunakan pelarut campuran. Misalkan suatu zat padat larut dalam metanol tetapi mempunyai kelarutan yang rendah dalam air, maka campuran kedua pelarut dapat digunakan. Caranya adalah dengan melarutkan zat secukupnya padat yang akan direkristalisasi dengan pelarut yang dapat melarutkan dengan baik (metanol) dan dididihkan. Selanjutnya lakukan penambahan pelarut yang satunya lagi (air). Jika penambahan air menyebabkan gumpalan, maka ini merupakan indikasi bahwa terjadi rekristalisasi. Kemudian biarkan sampai dingin (suhu kamar) hingga kristal terbentuk.


Pembentukan Kristal

Pada teknik rekristalisasi, hasil akhir yang diperoleh merupakan zat padat (kristal) yang sudah bebas dari pengotornya (memiliki tingkat kemurnian yang tinggi). Untuk memisahkan zat murni tersebut dari pengotornya, maka hasil pelarutan zat yang direkristalisasi perlu dilakukan penyaringan baik dengan penyaring vakum (Buchner) ataupun dengan penyaring panas. Pada proses penyaringan, kotoran atau impuritis akan tertinggal dalam corong pisah sedangkan filtrat yang berisi zat yang direkristalisasi dikristalkan kembali dengan cara pendinginan. Jika pada suhu kamar kristal tidak terbentuk maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1.      Lakukan pemekatan filtrat dan kemudian dibiarkan pada suhu kamar

2.      Lakukan penggerusan terhadap dinding gelas (wadah) dengan batang pengaduk

3.      Lakukan rekristalisasi dengan pelarut yang tidak melarutkan sama sekali

4.      Lakukan pengujian ulang untuk mendapatkan pelarut yang lebih sesuai


Proses pengkristalan kembali tidak boleh dilakukan dengan menurunkan suhu secara drastis (ekstrim), baik melalui pendinginan dengan es maupun melalui lemari pendingin. Penurunan suhu harus dilakuan secara alami sampai suhu kamar.



Referensi:

Ibrahim, S., dan Sitorus, M., (2012), Teknik Laboratorium Kimia Organik, Yogyakarta : Graha Ilmu.





Label:

Selasa, 09 Juni 2020

Tutorial 2 - Cara Mengetahui Struktur Senyawa Kimia dari Nama IUPAC-nya Melalui Aplikasi Chemdraw



Salah satu kelebihan dari aplikasi chemdraw adalah dapat mengetahui struktur suatu senyawa kimia dari nama IUPAC-nya. Untuk dapat mengetahuinya, ikutilah lagkah-langkah berikut ini.


1.   Buka aplikasi chemdraw



Setelah aplikasi chemdraw terbuka maka akan muncul tampilan lembar kerja/worksheet seperti di atas.


2.   Tulis/ketik nama senyawa yang ingin diketahui strukturnya, Caranya pilih tools “Text” di bagian kiri atas.



Selanjutnya, klik pada lembar kerja dan tulis/ketik nama senyawa yang diinginkan. Nama IUPAC senyawa harus ditulis dalam bahasa Inggris dan pastikan tidak ada kesalahan dalam penulisan nama senyawa tersebut. Contohnya seperti berikut.



3.   Jika nama senyawa sudah selesai ditulis, maka klik tools “Marquee” di bagian kiri atas, maka dengan sendirinya nama senyawa yang kita tulis tadi akan terblok seperti contoh berikut.



4.   Kemudian, pilih Structure > Convert Name to Structure



Maka akan muncul struktur senyawa dari nama IUPAC senyawa yang dituliskan tadi seperti berikut ini.



Demikian tutorial Cara Mengetahui Struktur Senyawa Kimia dari Nama IUPAC-nya Melalui Aplikasi Chemdraw, semoga bermanfaat bagi anda. Sekian dan terima kasih…..



Label:

Jumat, 05 Juni 2020

Tutorial 1 - Cara Mengetahui Nama Senyawa Kimia dari Rumus Strukturnya Melalui Aplikasi Chemdraw


Ketika kita sedang belajar kimia, kita sering kali disajikan dengan banyak sekali struktur senyawa kimia yang terkadang tidak diketahui nama IUPAC dari struktur senyawa tersebut, yang tercantum hanyalah nama trialnya saja. Nah, untuk mengetahui nama IUPAC dari struktur senyawa tersebut tidaklah sulit, cukup menggunakan aplikasi Chemdraw saja dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:


1.   Buka Aplikasi Chemdraw



Setelah aplikasi chemdraw terbuka maka akan muncul tampilan lembar kerja seperti di atas.


2.   Setelah itu, gambar struktur senyawa kimia yang ingin diketahui nama IUPAC-nya. Banyak pilihan tools yang bisa digunakan untuk menggambarkan struktur yang anda inginkan. Misalnya jika anda ingin menggambar senyawa sikloheksana, maka gunakanlah tool “Cyclohexane Ring” yang terletak di bagian sebelah kiri bawah.



Klik tool Cyclohexane Ring dan kemudian klik pada bagian lembar kerja anda, maka akan dihasilkan gambar/struktur senyawa sikloheksana seperti berikut.



3.   Selanjutnya, jika anda ingin menambahkan senyawa cabang (alkil) pada senyawa sikloheksana tersebut gunakanlah tool “Solid Bond” yang terletak di bagian kiri atas.



Klik tool Solid Bond dan kemudian letakkan cabang/alkil di bagian yang anda inginkan dengan cara mengklik di bagian tersebut, maka akan dihasilkan seperti berikut.



4.    Jika struktur yang diinginkan sudah selesai digambar, maka klik tool “Marquee” yang terletak di sebelah kiri atas, maka secara otomatis struktur senyawa yang anda gambar tadi akan terblok secara keseluruhan seperti berikut.



Untuk mengetahui nama IUPAC dari struktur tersebut maka pada gambar senyawa yang sudah terblok tadi tekan klik kanan > pilih Molecule > Convert Structure to Name. 



Maka kemudian akan muncul nama IUPAC dari struktur senyawa tersebut seperti berikut ini.



Demikian tutorial Cara Mengetahui Nama Senyawa Kimia dari Rumus Strukturnya Melalui Aplikasi Chemdraw, semoga bermanfaat bagi anda. Sekian dan terima kasih…..



Label:

Jumat, 29 Mei 2020

Contoh Outline Proposal Penelitian - Poliblen LDPE/PCL



Oleh:
Erwinsyah Utama
4151210006
Mahasiswa Program Studi Kimia



A.    Judul Penelitian
Kompatibilitas Poliblen Low Density Polyethylene (LDPE) Termodifikasi dan Poli-ɛ-kaprolakton (PCL) sebagai Plastik Biodegradasi

B.     Latar Belakang
Plastik sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Banyak barang kebutuhan yang di olah dari bahan plastik. Plastik merupakan bahan polimer alternatif yang lebih disenangi untuk digunakan sebagai penyediaan bahan sandang dan papan bagi kehidupan manusia, karena tersedia dalam jumlah besar dan lebih murah harganya dibanding bahan-bahan konvensional serta lebih aman digunakan (Wirjosentono, 1995). Polietilena (PE) merupakan salah satu jenis plastik yang paling banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari seperti kantong plastik yang terbuat dari jenis low density polyethylene (LDPE) (Peacokk dan Saito, 2000). Polietilena adalah bahan termoplastik yang transparan, berwarna putih yang mempunyai titik leleh bervariasi antara 110oC-137ºC. Umumnya polietilena  tahan terhadap zat kimia. Monomernya, yaitu etana, diperoleh dari hasil perengkehan (cracking) minyak atau gas bumi (Billmeyer, 1994).
LDPE merupakan salah satu jenis plastik sintetik yang bersifat non-biodegradable atau tidak dapat terdegradasi oleh mikroorganisme, sehingga menyebabkan masalah lingungan (Darni dkk, 2008). Untuk mengatasi masalah tersebut, saat ini banyak dikembangkan metode alternatif untuk mendapatkan bahan plastik yang dapat terbiodegradasi di alam adalah melalui modifikasi bahan plastik yang telah ada yang sukar terbiodegradasi melalui pencampuran dengan bahan plastik yang dapat terbiodegradasi (Arcana, 2002). Beberapa penelitian sebelumnya telah melakukan pencampuran Low Density Polyethylene (LDPE) dengan polimer alam seperti pati jagung dan chitosan (Mufidah dkk, 2008), tapioka (Yuniari, 2011), dan pati bonggol pisang (Marfu’ah, 2015) untuk menghasilkan plastik biodegradable.
Polimer sintetis biodegradabel yang sedang dikembangkan sejauh ini adalah poliester alifatik, seperti poli-ɛ-kaprolakton (PCL) (Arcana dkk, 2002). Polikaprolakton (PCL) adalah poliester alifatik dengan kristalinitas sebesar 50%, merupakan bahan biokompatibel, dan dapat teroresorpsi secara biologis. Dibandingkan dengan poliester biodegradable lainnya, degradasi PCL secara in vivo sangat panjang. PCL memiliki temperatur transisi gelas yang rendah yaitu -60˚C, titik leleh 60˚C, dan suhu dekomposisi yang tinggi yaitu sekitar 350˚C (Mofokeng dan Luyt 2015). Kristalinitas PCL yang cukup tinggi dan sifatnya yang rapuh membatasi aplikasi praktisnya (Akahori dan Osawa, 1994). Namun, PCL memiliki beberapa sifat yang menarik, seperti permeabilitas tinggi, toksisitas yang rendah, biodegradabilitas, dan kapasitas untuk dicampur dengan berbagai polimer komersial pada rentang komposisi yang luas (Brode dan Koleske, 1972). PCL umumnya digunakan dalam pengemasan makanan, rekayasa jaringan, pembalut luka, dan pemberian obat. PCL dapat dengan mudah dibuat dengan polimerisasi ring-opening dari monomer ɛ-kaprolakton dengan adanya katalis turunan distannoxane (Otera dkk, 1991). Beberapa partikel anorganik biasanya digunakan untuk meningkatkan beberapa sifat polimer (Wang dkk, 2010).
Gunawan (2018) telah mensintesis poli-ε-kaprolakton (PCL) dengan metode polimerisasi pembukaan cincin (Ring Opening Polymerization) monomer ε-kaprolakton menggunakan katalis Zr(acac)2, Zr(bzac)2, dan Zr(phph)2. Hasil yield yang diperoleh dari masing-masing penggunaan katalis adalah 72,87% untuk katalis Zr(acac), 77,3% untuk katalis Zr(bzac) dan 82,1% untuk katalis Zr(phph). Hasil tersebut menunjukkan bahwa dari ketiga jenis katalis yang digunakan yang hasilnya paling optimal adalah katalis Zr(phph) dengan yield 82,1%.
PE memiliki kekurangan sulit terdegradasi namun titik lelehnya tinggi dan sifatnya kuat/tahan terhadap zat kimia (Billmeyer, 1994), sedangkan PCL memiliki biokompatibilitas tinggi dan sifat mekanik yang baik namun titik lelehnya rendah (Vaskova dkk, 2008). Berdasarkan sifat ini, diharapkan pencampuran antara PE/PCL dapat menghasilkan poliblend yang kompatibel, kuat, dan dapat terurai di lingkungan.
Masalah utama dalam pencampuran dua jenis polimer adalah kompatibilitas antara dua jenis polimer yang dicampur, karena kedua jenis polimer umumnya memiliki karateristik yang berbeda terutama sifat polaritasnya (Amelia dan Arcana, 2006). Misalnya pada penelitian Laili (2010) yang melakukan pencampuran antara LDPE dengan pati ubi kayu dan gliserol sebagai plastisizer menghasilkan poliblen yang tidak kompatibel dengan sifat mekanik yang kurang sempurna karena LDPE bersifat nonpolar dan pati ubi kayu bersifat polar, akan tetapi dengan adanya penambahan asam akrilat (Susilawati dkk, 2011), kompabilitas dari poliblend LDPE/pati ubi kayu menjadi meningkat. Polimer yang sukar terbiodegradasi seperti poliolefin (PE) tidak memiliki gugus fungsi yang bersifat polar, sedangkan polimer yang dapat terbiodegradasi dengan mudah seperti polilakton dan biopolimer memiliki gugus fungsi yang bersifat polar atau jenis ikatan yang dapat terhidrolisis seperti ikatan ester, amida, eter, dan sebagainya.
Untuk itu, sebelum dibentuk poliblen, poliolefin perlu dimodifikasi terlebih dahulu agar dalam struktur rantainya ada gugus fungsi atau ikatan yang bersifat polar baik melalui reaksi oksidasi reduksi ataupun substitusi gugus fungsi seperti gugus sulfonat. Penambahan aditif yang berupa zat pengoksidasi seperti senyawa kromat dan senyawa peroksida bertujuan agar sebagian rantai polietilen mengalami oksidasi membentuk gugus fungsi baru yang bersifat lebih polar seperti gugus hidroksida atau gugus karbonil, sehingga polietilen dapat berinteraksi dengan polimer lain yang mengandung gugus fungsi yang bersifat polar membentuk campuran polimer yang homogen dan kompatibel (Amelia dan Arcana, 2006).

C.    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kompabilitas poliblen LDPE/PCL yang dihasilkan?
2.      Bagaimana biodegradabilitas poliblen LDPE/PCL yang dihasilkan?
3.      Bagaimana laju migrasi PCL dalam LDPE?
4.      Bagaimana kontaminasi poliblen LDPE/PCL yang dihasilkan terhadap media air dan oli?

D.    Tujuan Penelitian
1.      Memperoleh data kompabilitas poliblen LDPE/PCL yang dihasilkan
2.      Memperoleh data biodegradabilitas poliblen LDPE/PCL yang dihasilkan
3.      Memperoleh data laji migrasi PCL dalam LDPE
4.      Memperoleh data kontaminasi poliblen LDPE/PCL yang dihasilkan terhadap media air dan oli


Medan, 28 Februari 2019

Mengetahui,                               Menyetujui,
Ketua Jurusan Kimia                  Dosen Pembimbing Skripsi           Mahasiswa Peneliti



Dr. Ayi Darmana, M.Si              Dr. Muhammad Yusuf, M.Si         Erwinsyah Utama
NIP. 19660807 199010 1 001    NIP. 19830411 200801 1 005        NIM. 4151210006

Label:

Selasa, 26 Mei 2020

Rumus Kimia Lengkap

Rumus Kimia Lengkap
Untuk Android


Download

Label:

Senin, 25 Mei 2020

Origin

Origin.Pro.8.5.1.SR2.Build.315


Download

Label:

Sabtu, 16 Mei 2020

HyperChem

HyperChem


Download

Label: