Rekristalisasi
REKRISTALISASI
Definisi
Rekristalisasi
merupakan suatu teknik klasik yang bisa digunakan dalam pemurnian zat. Rekristalisasi
adalah teknik pemurnian suatu zat padat dari pengotornya dengan cara
mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang
sesuai. Prinsip dasarnya adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan
dimurnikan dengan zat pengotornya. Untuk mengetahui dapat atau tidaknya suatu
zat untuk dimurnikan dengan teknik rekristalisasi bisa diuji dengan menguapkan
pelarutnya. Jika setelah pelarut diuapkan terbentuk residu berupa zat padat
maka zat tersebut dapat direkristalisasi, tapi jika residunya berupa cairan
maka pemurnian dengan teknik ini tidak dapat dilakukan. Selain itu, jika
pengotor zat terlalu banyak, maka tidaklah mudah untuk dimurnikan dengan teknik
rekristalisasi. Untuk itu, sangatlah diperlukan pemahaman yang luas tentang
teknik-teknik pemurnian zat bagi seseorang yang akan bekerja di laboratorium.
Pemilihan Pelarut
Kemurnian zat hasil
proses rekristalisasi sangatlah dipengaruhi oleh pelarut yang digunakan. Oleh
sebab itu, sebelum melakukan pemisahan dengan teknik ini diperlukan pemilihan
pelarut terlebih dahulu. Pemilihan pelarut pada teknik rekristalisasi dilakukan
dengan cara memasukkan sejumlah zat padat yang akan direkristalisasi ke dalam
sebuah tabung reaksi, kemudian ditambahkan beberapa tetes (3 atau 4 tetes)
pelarut yang akan digunakan dan kemudian dikocok. Kemungkinan yang timbul
adalah zat padat yang tidak larut atau larut sebagian. Pelarutan zat padat
dilakukan pada suhu dingin (suhu amar) dan suhu panas. Jika tidak larut
seluruhnya baik dalam keadaan dingin atau panas, maka dicari pelarut yang lain
sampai ditemukan pelarut yang dapat melarutkan dengan baik dalam keadaan panas
tetapi tidak larut pada suhu kamar. Pemilihan pelarut berdasarkan uji dengan
pedoman atau acuan dapat dilihat pada tabel berikut:
Kondisi |
Pelarut |
|||
A |
B |
C |
D |
|
Suhu Dingin |
Larut |
Larut |
Tidak larut |
Tidak larut |
Suhu Panas |
Larut |
Tidak larut |
Larut |
Tidak larut |
Berdasarkan
tabel di atas, maka pelarut yang paling cocok untuk digunakan dalam proses
rekristalisasi adalah pelarut C, dimana zat padat tidak larut pada suhu kamar
tetapi larut pada suhu panas.
Apabila pada uji
kelarutan tidak ditemukan pelarut tunggal, maka teknik rekristalisasi dapat
menggunakan pelarut campuran. Misalkan suatu zat padat larut dalam metanol
tetapi mempunyai kelarutan yang rendah dalam air, maka campuran kedua pelarut
dapat digunakan. Caranya adalah dengan melarutkan zat secukupnya padat yang
akan direkristalisasi dengan pelarut yang dapat melarutkan dengan baik
(metanol) dan dididihkan. Selanjutnya lakukan penambahan pelarut yang satunya
lagi (air). Jika penambahan air menyebabkan gumpalan, maka ini merupakan
indikasi bahwa terjadi rekristalisasi. Kemudian biarkan sampai dingin (suhu
kamar) hingga kristal terbentuk.
Pembentukan Kristal
Pada teknik
rekristalisasi, hasil akhir yang diperoleh merupakan zat padat (kristal) yang
sudah bebas dari pengotornya (memiliki tingkat kemurnian yang tinggi). Untuk memisahkan
zat murni tersebut dari pengotornya, maka hasil pelarutan zat yang
direkristalisasi perlu dilakukan penyaringan baik dengan penyaring vakum (Buchner)
ataupun dengan penyaring panas. Pada proses penyaringan, kotoran atau impuritis
akan tertinggal dalam corong pisah sedangkan filtrat yang berisi zat yang
direkristalisasi dikristalkan kembali dengan cara pendinginan. Jika pada suhu
kamar kristal tidak terbentuk maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1.
Lakukan pemekatan
filtrat dan kemudian dibiarkan pada suhu kamar
2.
Lakukan penggerusan
terhadap dinding gelas (wadah) dengan batang pengaduk
3.
Lakukan rekristalisasi
dengan pelarut yang tidak melarutkan sama sekali
4. Lakukan pengujian ulang untuk mendapatkan pelarut yang lebih sesuai
Proses pengkristalan
kembali tidak boleh dilakukan dengan menurunkan suhu secara drastis (ekstrim),
baik melalui pendinginan dengan es maupun melalui lemari pendingin. Penurunan
suhu harus dilakuan secara alami sampai suhu kamar.
Referensi:
Ibrahim, S., dan Sitorus, M., (2012), Teknik
Laboratorium Kimia Organik, Yogyakarta : Graha Ilmu.
Label: Artikel
0 Komentar:
Posting Komentar
1. Dilarang Spam
2. Dilarang menggunakan kata-kata kasar/tidak sopan
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda