Jumat, 24 April 2020

Pengolahan Air


Pengolahan Air

Sumber Air Bersih
Sumber air untuk penyediaan air minum berdasarkan kualitasnya dapat dibedakan atas:
  • Sumber air yang bebas dari pengotor (polusi)
  • Sumber air yang mengalami pemurnian secara alamiah (natural purificarion)
  • Sumber air yang mendapatkan proteksi dengan pengolahan buatan (artificial treatment)
Berdasarkan petunjuk Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu perihal Peoman Perencanaan dan Desain Teknis Sektor Air Bersih, sumber air baku yang perlu diolah terlebih dahulu adalah:
  1. Mata air, yaitu sumber air yang berada di atas permukaan tanah yang debitnya sulit diduga kecuali jika dilakukan penelitian selama jangka waktu tertentu.
  2. Sumur dangkal (shallows wells), yaitu sumber air hasil penggalian ataupun pengeboran yang kedalamannya kurang dari 40 meter.
  3. Sumur dalam (deep wells), yaitu sumber air hasil penggalian ataupun pengeboran yang kedalamannya lebih dari 40 meter.
  4. Sungai, yaitu saluran pengaliran air yang terbentuk mulai dari hulu di daerah pegunungan/tinggi sampai bermuara di laut/danau. Secara umum, air baku yang didapat dari sungai harus diolah terlebih dahulu karena kemungkinan untuk tercemar polutan sangat besar.
  5. Danau dan penampung air (lake and reservoir), yaitu unit penampung air dalam jumlah tertentu yang airnya berasal dari aliran sungai maupun tampungan dari aliran sungai maupun tampungan dari air hujan.
Di sisi lain, sumber air dari sumur dalam yang sudah mengalami perjalanan panjang jauh lebih murni dan umumnya dapat langsung diminum. Namun, untuk lebih memastikan kualitasnya perlu dilakukan pemeriksaan di laboratorium. Keburukan dari pemakaian sumur dalam ini yaitu apabila diambil terlalu banyak akan menimbulkan intrusi air asin yang berasal dari air laut. Hal ini biasanya sering terjadi di daerah-daerah sekitar pantai.

Standar Kualitas Air Baku
Air bersifat universal, artinya air mampu melarutkan zat-zat alamiah maupun sintetis. Sebelum mengolah dan meningkatkan mutu air, perlu diketahui terlebih dahulu kotoran dan kontaminan yang terlartut di dalam air tersebut. Dengan berlakunya baku mutu air untuk badan air, air limbah, dan air bersih maka perlu dilakukan penilaian kualitas air untuk berbagai kebutuhan. Di Indonesia, ketentuan mengenai standar kualitas air bersih mengacu pada peraturan Menteri Kesehatan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 416 Tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Bersih, dimana kriteria penentuan standar baku mutu air dibagi dalam tiga bagian sebagai berikut:
1.      Persyaratan kualitas air untuk air minum
2.      Persyaratan kualitas air untuk air bersih
3.      Persyaratan kualitas air untuk limbah cair bagi kegiatan yang telah beroperasi

Mengingat pentingnya air bersih untuk kehidupan manusia, maka kualitas air tersebut harus memenuhi persyaratan fisik, kimia, dan biologi (bakteriologi) sebagai berikut:
Persyaratan Fisik : Air harus bersih dan tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, dan suhunya sekitar 10oC – 25oC (sejuk).
Persyaratan Kimia : Tidak mengandung bahan kimiawi yang mengandung racun, tidak mengandung zat-zat kimiawi yang berlebihan, memiliki kandungan yodium yang cukup, dan pH-nya diantara 6,5 – 9,2.
Persyaratan Biologi   : Tidak mengandung kuman-kuman yang menyebabkan penyakit dan juga tidak bebas dari bakteri patogen.

Kualitas air baku akan menentukan besar kecilnya investasi instalasi penjernihan air dan biaya operasi serta pemeliharaannya. Apabila kualitas air baku semakin buruk/jelek maka harga jual air bersih (air hasil pengolahan) akan semakin tinggi. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.173/Men.Kes/Per/VII/1997, penyediaan air harus memenuhi kuantitas dan kualitas seperti : aman dan higienis, baik dan layak minum, tersedia dalam jumlah yang cukup, dan harganya yang relatif murah dan terjangkau oleh sebagian besar masyarakat.

Proses Pengolahan Air Minum
Pengolahan air minum merupakan pemisahan air dari pengotornya secara fisik, kimia, dan biologi. Tujuan dari pengolahan adalah untuk mendapatkan air yang memenuhi standar mutu sebagai air minum. Pengolahan air minum dapat dilakuan dengan beberapa proses sebagai berikut:
1.      Proses Pengolahan Air secara Fisik
  • Penyaringan (screening), yaitu menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar dan mudah mengendap.
  • Sedimentasi (pengendapan), yaitu proses pengendapan bahan padat dari air olahan.
  • Flotasi, yaitu menyisihkan bahan yan mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses berikutnya.
  • Filtrasi, yaitu menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari dalam air atau menyumbat membran yang akan digunakan dalam proses osmosis.
  • Adsorbsi, yaitu menyisihkan senyawa anorganik dan senyawa organic terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali air buangan tersebut, biasanya menggunakan karbon aktif.
  • Reverse osmosis (teknologi membran), yaitu proses yang dilakukan untuk memanfaatkan kembali air limbah yang telah diolaah sebelumnya dengan melalui beberapa tahap. Biasanya teknologi ini diaplikasikan untuk unit pengolahan kecil dan teknologi ini termasuk mahal.
2.      Proses Pengolahan Air secara Kimia
Proses pengolahan ini dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor dan zat organik beracun dengan menambahkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Metode imia dibedakan menjadi dua, yaitu metode non-degradatif dan metode degradatif. Metode non-degradatif misalnya koagulasi, sedangkan metode degradatif misalnya oksidasi polutan organik dengan pereaksi lemon, degradasi polutan organik dengan sinar ultraviolet, dan lain-lain.

3.      Proses Pengolahan Air secara Biologi
Proses pengolahan ini dilakukan dengan memanfaatkan mikroorganisme alami untuk menghilangkan polutan, baik secara aerobik maupun anaerobik. Pengolahan ini dianggap sebagai cara yang murah dan efisien. Khusus untuk air minum, disyaratkan bahwa tidak mengandung bakteri pathogen, misalnya bakteri E. coli, Salmonella  typhi, dan Vibrio cholera, serta bakteri-bakteri non-patogen seperti Actinomycetes dan Cladocera. Kuman-kuman/bakteri ini mudah tersebar melalui air (Ttransmitted by water). Metode umum yang sangat sederhana dan sudah biasa dilakuan adalah dengan memanaskan air pada suhu sekitar 100oC.


Pengolahan Air Minum dengan Teknik Filtrasi (Penyaringan)
Konsep dasar pengolahan air dengan teknik ini adalah memisahkan padatan atau koloid dari air dengan menggunakan alat penyaring atau saringan. Air yang mengandung padatan akan dilewatkan pada media penyaring dengan ukuran pori atau lubang tertentu. Ukuran pori saringan harus lebih kecil dari ukuran bahan padatan yang akan dipisahkan. Bahan padatan yang berukuran yang sangat kecil atau sangat halus dan yang terlarut mungkin akan lebih baik jika dilakukan proses koagulasi terlebih dahulu. Hasil proses koagulasi merupakan endapan yang berukuran relatif besar, baru kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan produk koagulasi dari air.

Ukuran pori atau lubang saringan
Penyaring bahan padat yang berukuran kasar sebaiknya menggunakan saringan yang memiliki lubang yang berukuran diantara 5 – 20 mm. Untuk bahan padatan yang berukuran halus atau hiperfiltrasi biasanya menggunakan saringan yang lubangnya sangat halus (tergantung diameter bahan). Ukuran saringan berdasarkan tipenya dibedakan menjadi tiga, yaitu:
  • Single medium, digunakan untuk menyaring bahan padatan yang memiliki rentang ukuran sempit ataupun seragam.
  • Dual medium, digunakan untuk menyaring bahan padatan yang memiliki dua selang ukuran (memiliki dua ukuran rata-rata yang berbeda).
  • Three medium, digunakan untuk menyaring bahan padatan yang memiliki lebih dari dua ukuran atau memiliki ukuran yang sangat bervariatif atau memiliki rentang ukuran yang lebar.


Ukuran media penyaringan berdasarkan ukuran media saring dikelompokkan menjadi lima jenis, yaitu:
  • Pasir berukuran sangat besar : 1,0 – 2,0 mm
  • Pasir berukuran kasar (coarse sand) : 0,5 – 1,0 mm
  • Pasir berukuran sedang (medium sand) : 0,25 – 0,5 mm
  • Pasir berukuran halus (fine sand) : 0,1 – 0,25 mm
  • Pasir berukuran sangat halus (very fine sand) : 0,05 – 0,1 mm


REFERENSI
http://ardra.biz/sain-tenologi/ilmu-dan-teknologi-terapan/pengolahan-air-minum-water-treatment/
Nurfajriani, (2016), Kimia Lingkungan, Jurusan Kimia FMIPA UNIMED, Medan.
Rukaesih, A., (2004), Kimia Lingkungan. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Sutrisno, T., (2006), Teknologi Penyediaan Air Bersih, Rineka Cipta, Jakarta.

Label:

Rabu, 15 April 2020

Intoleransi Laktosa


Mual, Muntah, dan Sakit Perut ketika Mengkonsumsi Susu? Ternyata Inilah Penyebabnya


Gula Susu (Laktosa)
Susu merupakan sumber nutrisi yang penting untuk pertumbuhan manusia karena mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin. Namun, pada kali ini hanya akan dibahas mengenai kandungan karbohidratnya saja. Karbohidrat yang terkandung dalam susu adalah “laktosa”. Laktosa merupakan karbohidrat atau gula yang terdapat dalam susu, karena itu gula ini lebih dikenal dengan gula susu.
Laktosa merupakan kelompok karbohidrat golongan disakarida yang terdiri dari dua molekul monosakarida dan dapat dihidrolisis dalam tubuh oleh enzim laktase menjadi monosakarida (glukosa dan galaktosa). Pada wanita hamil yang sedang menyusui (masa laktasi), laktosa terdapat dalam urin dalam konsentrasi rendah. Molekul laktosa disusun oleh glukosa dan galaktosa dihubungkan oleh ikatan glikosida pada atom C1 galaktosa dan C4 glukosa.

Salah satu sifat khas dari laktosa adalah dapat diuraikan menjadi D-galaktosa dan D-glukosa. Selain itu, sifat-sifat laktosa secara kimia dapat diketahui lebih spesifik lagi, seperti sifat mereduksinya. Sebagai reduktor, laktosa dapat digunakan untuk keperluan identifikasi karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Sifat mereduksi ini disebabkan oleh adanya gugus aldehida dan keton bebas dalam molekul laktosa.
Laktosa dalam susu terdapat dalam fase larutan, dengan demikian laktosa tersebut mudah dicerna sebagai bahan makanan dengan proses hidrolisis menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase (β-galaktosidase) di dalam usus. Kadar laktosa susu berbagai spesies mamalia adalah sebagai berikut:
Ø  Sapi           : 4,8 %
Ø  Kambing   : 4,2 %
Ø  Domba      : 4,17 %
Ø  Manusia     : 6,98 %
Laktosa merupakan sumber karbohidrat yang terutama pada bayi, dicerna menjadi glukosa dan galaktosa. Selanjutnya galaktosa yang terbentuk dikonversi oleh hati dan beberapa jaringan lainnya menjadi glukosa.


Intoleransi Laktosa
Pada keadaan normal, tubuh manusia dapat menghidrolisis laktosa menjadi gula sederhana dengan bantuan enzim laktase. Berbeda dengan sebagian besar mamalia yang tidak lagi memproduksi laktase sejak masa penyapihan, pada manusia laktase terus diproduksi sepanjang hidupnya. Tanpa laktase yang cukup, manusia tidak mampu mencerna laktosa sehingga akan mengalami gangguan pencernaan seperti sakit perut dan diare yang dikenal sebagai intoleransi laktosa atau defisiensi laktase
Hasil penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa banyak kelompok tertentu yang telah dewasa tidak toleran terhadap laktosa. Hal ini disebabkan oleh karena minimnya laktase dalam mukosa usus orang tersebut.pemberian susu yang kaya akan laktosa bagi orang seperti ini, dapat mengakibatkan gangguan-gangguan pada perut atau diare. Hampir 70% orang dewasa di Afrika, Asia, dan Indian Amerika menunjukan adanya gejala kekurangan enzim laktase, sehingga mereka tidak tahan terhadap laktosa.
Pada janin manusia, aktivitas laktase sudah nampak pada usia kehamilan 3 bulan dan aktifitasnya akan menngkat pada minggu ke 35-38 hingga 70% dari bayi lahir aterm. Karena itu, defisiensi laktase primer yang dijumpai pada bayi prematur dihubungkan dengan perkembangan usus immatur (developmental lactase deficiency). Defisiensi laktase kongenital pada bayi baru lahir  merupakan keadaan yang jarang dijumpai dan merupakan penyakit yang diturunkan secara autosomal resesif.
Aktivitas laktase akan mengalami penurunan secara nyata pada usia 2 sampai 5 tahun (late onset lactase deficiency) walau laktosa terus diberikan. Ini menandakan bahwa laktase bukan merupakan enzim adaptif. Pada beberapa ras, terutama orang kulit putih di bagian Eropa Utara dan beberapa suku nomaden di Afrika, aktivitas laktase pada manusia dewasa tetap tinggi (persistence of lactase activity).
Apabila terjadi defisiensi laktase baik primer maupun sekunder, laktosa tidak bisa dipecah menjadi bentuk yang bisa diserap, sehingga laktosa akan menumpuk. Di kolon, laktosa akan difermentasi oleh bakteri kolon dan menghasilkan asam laktat dan asam lemak rantai pendek lainnya seperti asam asetat, asam butirat dan asam propionat. Asam laktat yang diproduksi oleh mikroorganisme tersebut aktif secara osmotik dan menarik air ke lumen usus, demikian juga laktosa yang tidak tercerna juga menarik air sehingga menyebabkan diare. Fenomena ini menerangkan feses yang cair, asam, berbusa dan kemerahan pada kulit di sekitar dubur (eritema natum).
Fermentasi laktosa oleh bakteri di kolon juga menghasilkan beberapa gas seperti hidrogen, metan dan karbondioksida yang akan mengakibatkan distensi abdomen, nyeri perut, dan flatus. Bila cukup berat, produksi gas dan adanya diare tadi akan menghambat penyerapan nutrisi lainnya seperti protein dan lemak. Kandungan gas yang tinggi juga mengakibatkan feses yang dihasilkan sering mengapung dan juga berbau busuk. Selanjutnya, 80% dari gas tersebut akan dikeluarkan melalui rektum dan sisanya akan berdifusi ke dalam sistim portal dan dikeluarkan melalui sistem pernapasan.
Intoleransi laktosa dapat bersifat asimtomatis atau memperlihatkan berbagai gejala klinis. Berat atau ringan gejala klinis yang diperlihatkan tergantung dari aktivitas laktase di dalam usus halus, jumlah laktosa, cara mengkonsumsi laktosa, waktu pengosongan lambung, waktu singgah usus, flora kolon, dan sensitifitas kolon terhadap asidifikasi.
Gejala klinis yang diperlihatkan dapat berupa rasa mual, muntah, sakit perut, kembung dan sering flatus. Rasa mual dan muntah merupakan salah satu gejala yang paling sering ditemukan pada anak. Pada uji toleransi laktosa rasa penuh di perut dan mual timbul dalam waktu 30 menit, sedangkan nyeri perut, flatus dan diare timbul dalam waktu 1-2 jam setelah mengkonsumsi larutan laktosa.
Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan akan susu pada orang yang intoleran terhadap laktosa, masa beberapa tahun terakhir telah diproduksi susu formula kedelai sebagai salah satu alternatif nutrisi bebas laktosa. Susu yang bebas laktosa tersebut telah berkembang dengan baik, karena susu tersebut kaya akan protein, kalsium, dan energi, tetapi sedikit atau tidak mengandung laktosa sama sekali. Susu formula ini dapat dikonsumsi bayi dengan baik karena rasanya sama seperti susu formula standar lainnya. Selain itu, susu formula tersebut mengandung protein yang setara dengan ASI (60% lactalbumin), diperkaya dengan nukleotida untuk mencegah terjadinya diare serta mengandung nutrisi yang lengkap dan seimbang, termasuk karoten.


Referensi :
Boediarso, A., (1993), Perkembangan laktase dan hubungannya dengan makanan bayi. Sari Pediatri. 1(1).
Buller, H,A., (1990), Lactase phlorizin hydrolase: A review of the literature. Disertasi, University of Amsterdams.
Gracey, M. dan Anderson C.M., (1993), Disorders of carbohydrate digestion and absorption. Blackwell Scientific Publication, 1(1).
Heyman, M.B., (2006), Lactose ntolerance in infants, children, and adolescent. Ped. J.  118(3).
Hegar, B., Firmansyah, A., Boediarso, A., dan Sunoto., (1997), Aktivitas enzim laktase pada murid taman kanak-kanak. MKI, 2(1).
Lebenthal, E., Kretchmer N., dan Alliet P., (1989), Lactase deficiency, lactose malabsorption, and lactose intolerance. Texbook of gastroenterology and nutrition in infancy. Edisi ke-2, Raven Press, New York.
Montes R.G. dan Perman J.A., (1991) Lactose intolerance. Postgrad Med, 89(1).
Silitonga, P.M., (2013), Biokimia Nutrisi, FMIPA Universitas Negeri Medan, Medan.
Sinuhaji, A.B., (2006), Intoleransi laktosa. Majalah kedokteran nusantara, 39(4).
Swallow, D.M., (2003), Genetics of lactase persistence and lactose intolerance. Ann.  Rev. Genet. 37(1).

Label:

Kamis, 09 April 2020

Protein can Prevent Corona Virus Infection


Protein can Prevent Corona Virus Infection, Really?

By : Erwinsyah Utama


          The proteins are derived from the word "Proteos" (English) which means "the main one". This shows how important protein is for living beings. Proteins are macromolecules (polymers) composed of amino acid monomers as building units linked to each other by peptide bonds. Protein is the most widely contained component in the cell and is composed almost 50% of the dry weight of the body of living beings. Proteins are also a major component of muscles, body organs, and endocrine glands, and are found in hair, blood, teeth, nails, and skin.
One of the very important protein functions is as a body defense. The defence proteins (immunoglobulin) or antibodies serve to protect the body from the attack of "foreign matter" by means of precipitated or neutralize the "foreign matter" so as not to cause disease in the body.


Antibodies as a defence Protein
Antibodies or immunoglobulin are proteins that contribute to protecting the body from attacks of foreign bodies (antigens) that enter the body. In other words, this protein is formed as a response to the inclusion of foreign materials into the body. If the body is injected with foreign substances in a harmless amount, the body immediately gives a reaction to the foreign object by forming antibodies that are typical for the foreign object. When one when the same antigen returns into the body, the body is prepared with a typical antibody (which has already been formed) to neutralize it. In this case there will be a complex compound antibodies-antigen.
Antibodies are very specific to each antigen. If we are immunized with the injection of a volio antigen, the antibodies formed in the body are antibodies to the disease volio, where the antibodies can only neutralize the Antigen Volio and can not neutralize other antigens. This principle is used as the basis of immune injections (vaccination and immunization) in humans and animals.

Protein sources
Protein can be obtained from food derived from plants and animals. Plants synthesize a wide variety of proteins and are stored in varying quantities in certain parts of the plant. Plants that contain many proteins include nuts, wheat, rice, corn, and some fruits.

Protein content of various types of foodstuffs
No.
Groceries
Protein content (% weight)
1.
Dry skim milk
36
2.
Soybeans
35
3.
Mung beans
22
4.
Meat
19
5.
Fresh Fish
17
6.
Chicken eggs
13
7.
Corn
9.2
8.
Rice
6.8
9.
Cassava flour
1.1

Animals and their products are the best source of protein for human beings compared with plant-derived proteins (vegetable proteins). The factors that lead to the superiority of animal protein compared to vegetable protein in biochemistry are merely because the amino acid composition of the animal protein is closer to the composition of the human amino acids, where almost all of the essential amino acids are found in animal proteins.

Protein synthesis
If we consume foods that contain protein, the amino acids contained in the proteins will be absorbed by the body and will then undergo metabolic processes. The metabolic process of protein is divided into 2, namely anabolism (formation) and catabolism (decomposition). However, in this case we are only the process of anabolisism.
The defence proteins (Immunogloblulin) or antibodies are formed/synthesized from the amino acids through the process of anabolism in the body. However, the formation of protein immunoglobulin is influenced by the following factors:
1.      The completeness of amino acids
Humans are incapable of synthesizing its own amino acids that it needs to synthesize proteins. Therefore, some of these amino acids must be imported from food. Amino acids that cannot be synthesized in the body and must be obtained from foods are called "essential amino acids", whereas amino acids that can be synthesized in the body are called non-essential amino acids.
To synthesize a protein should be available all the necessary amino acids. So also to synthesize immunoglobulin. When one of the required amino acids does not exist, immunoglobulin will not be formed. When one of the amino acids is limited, protein synthesis will last until the amino acid is depleted. The limited amino acid is called the limiting amino acid (limiting amino acid ).

2.      Calorie adequacy in foodstuffs
If the calorie content (which comes from carbohydrates and fats) in foodstuffs is available in adequate quantities, then the synthesis of proteins in the body will take place with optimum. Conversely, if calories (derived from carbohydrates and fats) are not enough available then protein derived from food and tissue protein will be used to fulfill energy needs so that protein synthesis in the body will not occur.

3.      Nutritional and physiological state
Protein synthesis will last faster in people who are experiencing growth and in newly recovered people from the disease. Whereas in adults, protein synthesis will take place in balance with tissue protein damage when calories are available.

Many consuming proteins can prevent a wide range of diseases, one of which is the disease caused by Corona virus, really?

The Corona Virus Disease (COVID-19) is a pandemic disease that is a plague in today's world. The outbreak was first identified in Wuhan, China in December 2019. The World Health Organization (WHO) states that the outbreak led to the emergency public health of international Concern on 30 January 2020 and was subsequently recognized as a pandemic on 11 March 2020. Until 7 May 2020, a total of 3,75 million COVID-19 cases had been reported in more than 187 countries and territories, which resulted in about 263.000 deaths and over 1,24 million people have recovered. Many efforts have been made to prevent the spread of this virus, such as travel restrictions, quarantine, curfew, delays and event cancellations, and the closure of some facilities. However, did you know that by expanding the consumption of proteins it can prevent the Corona virus infection? Yes, One of the functions of a very important protein is as a body defense. Proteins that serve as body defenses are called the Defence proteins (immunoglobulin). Protein immunoglobulin is formed in response to the inclusion of "foreign substances" into the body. If there is a "foreign substance" (e.g. Corona virus) into the body, the body immediately reacts to the virus by forming a distinctive antibody.

Immunogloblulin Protein is formed/synthesized from amino acids through the process of anabolism in the body. In order to synthesizing it, it must be available all the necessary amino acids. If any of the required amino acids are not available, immunoglobulin will not be formed. When one of the amino acids is limited, the synthesis of immunoglobulin will take place until the amino acid is depleted.
For that, we need to consume a lot of foods that contain protein varially so that the amino acids needed to synthesize protein immunoglobulin are fulfilled. But that alone is not enough. The foodstuffs that we eat must be in sufficient number of calories to meet the energy needs in order to make the protein synthesis in the body optimum. If the calories are insufficient, the proteins derived from food and tissue proteins will be used to meet the energy requirements so that the synthesis of protein immunoglobulin in the body will not occur.
Thus, the assumption that consuming the consumption of proteins can prevent Corona viruses can be justified. However, there is no guarantee that with a lot of protein consuming we can get rid of the Corona virus. It could be that people already consume a lot of protein remains infected with Corona virus. This may be because the person's metabolic process is slow (influenced by age factor), so that the synthesis process of protein immunoglobulin in the body of the person lasts slower than the proliferation of viruses in the body, or caused by other factors.
Multiply consuming proteins does not mean consuming proteins extravagance, because everything that extravagance is not good. Consume the proteins appropriately. Many and thank you...

Reference:
https://en.wikipedia.org/wiki/2019–20_coronavirus_pandemic
Silitonga, P.M., (2013), Basic Biochemistry, Mathematics and Natural Science Faculty, State University of Medan, Medan.
Silitonga, P.M., (2013), Nutrition Biochemistry, Mathematics and Natural Science Faculty, State University Medan, Medan.


Label:

Rabu, 08 April 2020

Hand Sanitizer from Banana Stem Extract

Hand Sanitizer from Banana Stem Extract

By : Erwinsyah Utama


Hygiene is an early stage to maintain a healthy lifestyle and avoid illness. In order for us to always be clean and avoid illness, we need to know which medium is the entrance of disease into the body. One of the media that is very likely to be the entrance of the disease into the body is hands. Various types of viruses, bacteria and fungi stick to the hands of each day through physical contact with dead objects as well as living objects. According to WHO and the chairman of Indonesian infection control nurse, the hand is one of the entrance of germ disease into the body. WHO Data shows, the hand contains bacteria that amount to 39,000 – 460,000 CFU/cm2 A high-potential cause of infectious infections and contributed to 3.5% of the total deaths in Indonesia.
Prevention of the spread of bacteria, viruses and fungi is most appropriate by washing your hands using soap and water flowing. Hand washing is one of the sanitation measures by the use of fingers using water or other liquids by humans with the aim to be clean. However, there is one other way that is not less effective by using an antiseptic hand sanitizer
Antiseptic hand sanitizer is a product of the current society, because it is easy to carry and easily obtained or available in the market. The use of hand sanitizer is very easy by dripping the gel on the palm and then leveling it to the palm surface. The excess hand sanitizer can kill germs in relatively fast time, because it contains alcohol compounds with concentrations of 60% to 80% and phenol group (chlorhexsidine, Triklosan). The compound contained in the hand sanitizer has a mechanism of action by denatured and coagulation of germ cells proteins.
As an antiseptic, alcohol has an excess that is volatile, so it does not take a long time to dry out when it is injected into the hands. But it is also a weakness, because its effectiveness is only short-term, so that the bacteria can only be reduced in a short time after the use of antiseptics. Alcohol on hand sanitizer is only effective to kill bacteria only, but not against viruses and fungi. Therefore, hand sanitizer products generally add other active substances that are capable to kill fungi and viruses. Usually, another active substance added to the hand sanitizer product is a compound of phenols. The compounds of the phenols used in the hand sanitizer are generally triklosan with a rate of 0.05% up to 2%. Triklosan can slow the growth of bacteria is also antifungal and antiviral. However, the product of alcohol Handsanitizer and triklosan (in high concentrations) if used excessively and continuously can be harmful and cause irritation to cause burning burn on the skin. Therefore, it is necessary for additional materials to use Triklosan in hand sanitizer products quite small content so that the hand sanitizer product becomes safer to use. One effort to reduce the usage rate of Triklosan contained in the product antiseptic hand sanitizer is to innovate using plant extracts that exist in nature containing antibacterial properties, for example banana stem. 
The compound content of the banana plant stem in the form of a complex secondary metabolite, which is antibacterial. The substance that serves as an antibacterial in the banana stem consists of saponins, flavonoids, and tannins. Saponin is able to act as an antibacterioter, while the flavonoids play a role in inhibiting the growth of fungi by causing impaired permeability of fungal cell membranes. In addition, tannins are a natural antiseptic substance that can inhibit bacterial growth by raising protein denaturation and lowering the surface tension. Therefore the stem of the Banana plant can be utilized as the basic ingredient of making antiseptic hand sanitizer. To make hand sanitizer made from banana rod is not very difficult, the way is as follows:
  1. Firstly, the banana stem that has been taken must be dried first to remove the moisture content. Drying Banana rod should not be done in direct sunlight because it will be able to remove the active substances contained in the banana stem.
  2. After drying, cut the banana stem until small size.
  3. Once cut into small pieces, puree the banana stem using a blender to become a powder.
  4. Banana stems that have been in the form of powders are then soaked in alcohol. Let this process last for 2 days so that the entire active substances can be extracted.
  5. Once left for 2 days, take the extract/Filtratnya in a filtered way. The banana stem extract is then added with Triklosan.
  6. Banana Stem Extract that has been added Triklosan can already be used as a hand sanitizer. However, if we want a hand sanitizer in the form of a gel it is necessary to add carbomer and glycerin. The addition of Carbomer and glycerin on making a hand sanitiser made of banana plants is a function to increase the viscosity of the hand sanitizer product. Carbomer is an agent that serves to increase the viscosity, while the glycerin serves to maintain moisture in the product, and also has other functions that are as a dekener agent.
  7. For the suggested composition of 10 mL banana stem Extract + 15 grams of Trilosan + 15 mL Carbomer + 15 mL glycerin. Mix the ingredients until evenly (homogeneous).
  8. After evenly save the hand sanitizer in a closed container (as desired). Hand sanitizer can be used immediately.
That's how the steps should be done to make a hand sanitizer made of banana rod. The products of hand sanitizer from banana stem in addition to the potent in killing germs is also safer when used. Alcohol content and Triklosan that is not very high make a hand sanitizer products made from banana stem will not cause irritation to the skin when used.
The use of hand sanitizer in bottle packaging in the community is usually not discharged. It Is important to know that Lama storage of hand sanitizer products can cause alcohol content in continuously reduced products will affect the quality of hand sanitizer in killing germs. This is because alcohol as an active ingredient is volatile. Therefore, in order to keep the hand sanitizer product effective when used, the hand sanitizer product should be spent in the longest time 2 weeks.


Reference:
Asngad, A., Bagas, A., and Nopitasari, (2018), quality hand sanitizer Gel from banana stem extract with alcohol addition, Triklosan and glycerin are different dose, Bioexperimentation, 4 (2), issn 2460-1365.
Desiyanto, F.A. and Djannah, S.N., (2013), effectiveness of hand washing by using the hand Sanitizer (antiseptic) with the amount of germ Number, KESMAS, 7 (2).
Noviansari, R., Sudarmin, and Siadi, K., (2013), transformation of methyl Eugenol into 3-(3.4 DimetoksiFenil)-1-Propanol and test its activity as antibacterial, Journal of Chemistry Department FMIPA, State University of Semarang, 2 (2).
Nugroho, K. M, (2016), isolation of the bioactive compound of Ambon banana stem (Musa paradisiaca Var. Sapientum) as an antibacterial raw Material, Indo. J. Chem. Sci., 5 (3).
Rini, E.P. and Nugraheni E.R., (2018), Power test various brands Handsanitizer Gel against the growth of bacteria Escherichia coli And Staphylococcus aureus, Journal of Pharmaceutical Science and Clinical Research, 1 (10).
Sari, R. and Isadiartuti, D, (2006), effectiveness study of the therapeutic Hand of antiseptic (Piper betle Linn.), Indonesian Pharmacy magazine, 17 (4).
Walidah, I., Supriyanta, B., and Sujono, (2014), Power active Hand Sanitizer made from alcohol 59% in packaging after repeated use of Total plate numbers (ALT), Journal of Laboratory Technology, 3 (1).
Wijaya, I.J., (2013), formulation of a Hand Sanitizer with active ingredient Triklosan, 1.5% and 2%, Journal of Students Scientific student, University of Surabaya, 2 (1).

Label: