Rabu, 15 April 2020

Intoleransi Laktosa


Mual, Muntah, dan Sakit Perut ketika Mengkonsumsi Susu? Ternyata Inilah Penyebabnya


Gula Susu (Laktosa)
Susu merupakan sumber nutrisi yang penting untuk pertumbuhan manusia karena mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin. Namun, pada kali ini hanya akan dibahas mengenai kandungan karbohidratnya saja. Karbohidrat yang terkandung dalam susu adalah “laktosa”. Laktosa merupakan karbohidrat atau gula yang terdapat dalam susu, karena itu gula ini lebih dikenal dengan gula susu.
Laktosa merupakan kelompok karbohidrat golongan disakarida yang terdiri dari dua molekul monosakarida dan dapat dihidrolisis dalam tubuh oleh enzim laktase menjadi monosakarida (glukosa dan galaktosa). Pada wanita hamil yang sedang menyusui (masa laktasi), laktosa terdapat dalam urin dalam konsentrasi rendah. Molekul laktosa disusun oleh glukosa dan galaktosa dihubungkan oleh ikatan glikosida pada atom C1 galaktosa dan C4 glukosa.

Salah satu sifat khas dari laktosa adalah dapat diuraikan menjadi D-galaktosa dan D-glukosa. Selain itu, sifat-sifat laktosa secara kimia dapat diketahui lebih spesifik lagi, seperti sifat mereduksinya. Sebagai reduktor, laktosa dapat digunakan untuk keperluan identifikasi karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Sifat mereduksi ini disebabkan oleh adanya gugus aldehida dan keton bebas dalam molekul laktosa.
Laktosa dalam susu terdapat dalam fase larutan, dengan demikian laktosa tersebut mudah dicerna sebagai bahan makanan dengan proses hidrolisis menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase (β-galaktosidase) di dalam usus. Kadar laktosa susu berbagai spesies mamalia adalah sebagai berikut:
Ø  Sapi           : 4,8 %
Ø  Kambing   : 4,2 %
Ø  Domba      : 4,17 %
Ø  Manusia     : 6,98 %
Laktosa merupakan sumber karbohidrat yang terutama pada bayi, dicerna menjadi glukosa dan galaktosa. Selanjutnya galaktosa yang terbentuk dikonversi oleh hati dan beberapa jaringan lainnya menjadi glukosa.


Intoleransi Laktosa
Pada keadaan normal, tubuh manusia dapat menghidrolisis laktosa menjadi gula sederhana dengan bantuan enzim laktase. Berbeda dengan sebagian besar mamalia yang tidak lagi memproduksi laktase sejak masa penyapihan, pada manusia laktase terus diproduksi sepanjang hidupnya. Tanpa laktase yang cukup, manusia tidak mampu mencerna laktosa sehingga akan mengalami gangguan pencernaan seperti sakit perut dan diare yang dikenal sebagai intoleransi laktosa atau defisiensi laktase
Hasil penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa banyak kelompok tertentu yang telah dewasa tidak toleran terhadap laktosa. Hal ini disebabkan oleh karena minimnya laktase dalam mukosa usus orang tersebut.pemberian susu yang kaya akan laktosa bagi orang seperti ini, dapat mengakibatkan gangguan-gangguan pada perut atau diare. Hampir 70% orang dewasa di Afrika, Asia, dan Indian Amerika menunjukan adanya gejala kekurangan enzim laktase, sehingga mereka tidak tahan terhadap laktosa.
Pada janin manusia, aktivitas laktase sudah nampak pada usia kehamilan 3 bulan dan aktifitasnya akan menngkat pada minggu ke 35-38 hingga 70% dari bayi lahir aterm. Karena itu, defisiensi laktase primer yang dijumpai pada bayi prematur dihubungkan dengan perkembangan usus immatur (developmental lactase deficiency). Defisiensi laktase kongenital pada bayi baru lahir  merupakan keadaan yang jarang dijumpai dan merupakan penyakit yang diturunkan secara autosomal resesif.
Aktivitas laktase akan mengalami penurunan secara nyata pada usia 2 sampai 5 tahun (late onset lactase deficiency) walau laktosa terus diberikan. Ini menandakan bahwa laktase bukan merupakan enzim adaptif. Pada beberapa ras, terutama orang kulit putih di bagian Eropa Utara dan beberapa suku nomaden di Afrika, aktivitas laktase pada manusia dewasa tetap tinggi (persistence of lactase activity).
Apabila terjadi defisiensi laktase baik primer maupun sekunder, laktosa tidak bisa dipecah menjadi bentuk yang bisa diserap, sehingga laktosa akan menumpuk. Di kolon, laktosa akan difermentasi oleh bakteri kolon dan menghasilkan asam laktat dan asam lemak rantai pendek lainnya seperti asam asetat, asam butirat dan asam propionat. Asam laktat yang diproduksi oleh mikroorganisme tersebut aktif secara osmotik dan menarik air ke lumen usus, demikian juga laktosa yang tidak tercerna juga menarik air sehingga menyebabkan diare. Fenomena ini menerangkan feses yang cair, asam, berbusa dan kemerahan pada kulit di sekitar dubur (eritema natum).
Fermentasi laktosa oleh bakteri di kolon juga menghasilkan beberapa gas seperti hidrogen, metan dan karbondioksida yang akan mengakibatkan distensi abdomen, nyeri perut, dan flatus. Bila cukup berat, produksi gas dan adanya diare tadi akan menghambat penyerapan nutrisi lainnya seperti protein dan lemak. Kandungan gas yang tinggi juga mengakibatkan feses yang dihasilkan sering mengapung dan juga berbau busuk. Selanjutnya, 80% dari gas tersebut akan dikeluarkan melalui rektum dan sisanya akan berdifusi ke dalam sistim portal dan dikeluarkan melalui sistem pernapasan.
Intoleransi laktosa dapat bersifat asimtomatis atau memperlihatkan berbagai gejala klinis. Berat atau ringan gejala klinis yang diperlihatkan tergantung dari aktivitas laktase di dalam usus halus, jumlah laktosa, cara mengkonsumsi laktosa, waktu pengosongan lambung, waktu singgah usus, flora kolon, dan sensitifitas kolon terhadap asidifikasi.
Gejala klinis yang diperlihatkan dapat berupa rasa mual, muntah, sakit perut, kembung dan sering flatus. Rasa mual dan muntah merupakan salah satu gejala yang paling sering ditemukan pada anak. Pada uji toleransi laktosa rasa penuh di perut dan mual timbul dalam waktu 30 menit, sedangkan nyeri perut, flatus dan diare timbul dalam waktu 1-2 jam setelah mengkonsumsi larutan laktosa.
Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan akan susu pada orang yang intoleran terhadap laktosa, masa beberapa tahun terakhir telah diproduksi susu formula kedelai sebagai salah satu alternatif nutrisi bebas laktosa. Susu yang bebas laktosa tersebut telah berkembang dengan baik, karena susu tersebut kaya akan protein, kalsium, dan energi, tetapi sedikit atau tidak mengandung laktosa sama sekali. Susu formula ini dapat dikonsumsi bayi dengan baik karena rasanya sama seperti susu formula standar lainnya. Selain itu, susu formula tersebut mengandung protein yang setara dengan ASI (60% lactalbumin), diperkaya dengan nukleotida untuk mencegah terjadinya diare serta mengandung nutrisi yang lengkap dan seimbang, termasuk karoten.


Referensi :
Boediarso, A., (1993), Perkembangan laktase dan hubungannya dengan makanan bayi. Sari Pediatri. 1(1).
Buller, H,A., (1990), Lactase phlorizin hydrolase: A review of the literature. Disertasi, University of Amsterdams.
Gracey, M. dan Anderson C.M., (1993), Disorders of carbohydrate digestion and absorption. Blackwell Scientific Publication, 1(1).
Heyman, M.B., (2006), Lactose ntolerance in infants, children, and adolescent. Ped. J.  118(3).
Hegar, B., Firmansyah, A., Boediarso, A., dan Sunoto., (1997), Aktivitas enzim laktase pada murid taman kanak-kanak. MKI, 2(1).
Lebenthal, E., Kretchmer N., dan Alliet P., (1989), Lactase deficiency, lactose malabsorption, and lactose intolerance. Texbook of gastroenterology and nutrition in infancy. Edisi ke-2, Raven Press, New York.
Montes R.G. dan Perman J.A., (1991) Lactose intolerance. Postgrad Med, 89(1).
Silitonga, P.M., (2013), Biokimia Nutrisi, FMIPA Universitas Negeri Medan, Medan.
Sinuhaji, A.B., (2006), Intoleransi laktosa. Majalah kedokteran nusantara, 39(4).
Swallow, D.M., (2003), Genetics of lactase persistence and lactose intolerance. Ann.  Rev. Genet. 37(1).

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

1. Dilarang Spam
2. Dilarang menggunakan kata-kata kasar/tidak sopan

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda