Selasa, 24 Maret 2020

SEREH WANGI

SEREH WANGI


Oleh : Erwinsyah Utama dan Nurwulan Dari

Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Medan

Editor : Erwinsyah Utama


A.    Sereh Wangi
Sereh wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt) merupakan tanaman berupa rumput-rumputan tegak, dan mempunyai akar yang sangat dalam dan kuat, batangnya tegak, membentuk rumpun. Tanaman ini dapat tumbuh hingga tinggi 1 sampai 1,5 meter. Daunnya merupakan daun tunggal, lengkap dan pelepah daunnya silindris, gundul, seringkali bagian permukaan dalam berwarna merah, ujung berlidah, dengan  panjang hingga 70-80 cm dan lebar 2-5 cm (Segawa, 2007). Tanaman sereh wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt) dapat hidup pada daerah yang udaranya panas maupun dingin, sampai ketinggian 1.200 meter di atas  permukaan laut. Cara berkembang biaknya dengan anak atau akarnya yang bertunas. Tanaman ini dapat dipanen setelah berumur 4-8 bulan.Panen biasanya dilakukan dengan cara memotong rumpun didekat tanah (Soebardjo, 2010). Susunan bunga tanaman sereh wangibercabang, bertangkai, biasanya berwarna sama dan umumnya  berwarna putih. Sereh wangi jarang berbunga dan hanya berbunga bila sudah cukup matang yaitu pada umur melebihi 8 bulan. Kelopak bunga bermetamorfosis menjadi 2 kelenjar lodikula, berfungsi untuk membuka bunga pada pagi hari. Benang sari  berjumlah 3-6, kepala putik sepasang berbentuk buku dengan perpanjangan berbentuk  jambul (Segawa, 2007).
Tanaman serai genus Cymbopogon meliputi hampir 80 spesies, tetapi hanya  beberapa jenis yang menghasilkan minyak atsiri yang mempunyai arti ekonomi dalam perdagangan. Tanaman serai yang dikembangkan di Indonesia terdiri dari dua  jenis yaitu Cympogon nardus (lenabatu) dan Cympogon winterianus (mahapengiri). Jenis mahapengiri mempunyai ciri-ciri daunnya lebih lebar dan pendek, disamping itu menghasilkan minyak dengan kadar sitronellal 30-45% dan geraniol 65- 90%. Sedangkan jenis lenabatu menghasilkan minyak dengan kadar sitronellal 7-15% dan geraniol 55-65% (Wijoyo, 2009).
Gambar 1. Tanaman sereh wangi

Sereh umumnya tumbuh sebagai tanaman liar di tepi jalan atau kebun, tetapi dapat ditanam dalam berbagai kondisi di daerah tropis yang lembab, cukup sinar matahari, dan bercurah hujan relatif tinggi. Kedudukan taksonomi tanaman serai menurut Santoso (2007) :
Kingdom         : Plantae
Subkingdom    : Trachebionta
Divisi               : Spermatophyta
Sub Divisi       : Angiospermae
Kelas               : Monocotyledonae
Sub Kelas        : Commelinidae
Ordo                : Poales
Famili              : Graminae/Poaceae
Genus              : Cymbopogon
Species            : Cymbopogon nardus L. Rendle

B. Minyak Atsiri
Minyak yang terdapat di alam dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu: minyak mineral (mineral oil), minyak yang dapat dimakan (edible fat) dan minyak atsiri (essential oil) (Guenther,1987). Minyak atsiri dikenal juga dengan nama minyak teris atau minyak terbang (volatile oil) yang dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir (pungent teste), berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya. Umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut air. Minyak atsiri ini merupakan salah satu dalam hasil sisa dari proses metabolisme dalam tanaman yang terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia dengan adanya air. Minyak tersebut disintesa dalam sel glandular pada jaringan tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin, misalnya minyak terpentin dari pohon pinus (Ketaren, 1981).
Tanaman penghasil minyak atsiri diperkirakan berjumlah 150-200 spesies tanaman yang termasuk dalam famili Pinaceae, Labiatae, Compositae, Lauraceae, Myrtaceae dan Umbelliferaceae. Minyak atsiri dapat bersumber pada setiap bagian tanaman, yaitu, dari daun, bunga, buah, biji, batang atau kulit dan akar atau rizhome. Minyak atsiri selain dihasilkan oleh tanaman, dapat juga bentuk dari hasil degradasi oleh enzim atau terdapat dibuat secara sintetis (Richards, 1944).
Di Indonesia banyak dibuat jenis-jenis minyak atsiri, seperti minyak nilam, minyak cengkeh, minyak pala, minyak lada, minyak sereh dan lain-lain. Minyak sereh adalah salah satu minyak Atsiri yang penting di Indonesia di samping minyak atsiri lainnya. Produksi minyak sereh sebelum perang dunia II menempati puncak yang tertinggi di pasaran dunia, begitu juga tentang mutunya. Akan tetapi setelah perang dunia II produksi tersebut menurun dengan cepat, sehingga penghasil minyak sereh sampai akhir tahun 1941 nilainya seperdelapan dari nilai sebelumnya (Gu enther, 1987).

C. Minyak Sereh Wangi
Minyak sereh wangi adalah minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan uap daun tanaman sereh wangi. Terdapat dua tipe minyak sereh wangi (minyak sitronela) di dunia, yaitu: Tipe Sri Lanka, berasal dari distilasi uap daun dari spesies Cymbopogon nardus. Minyak tipe ini berwujud cair, berwarna kuning pucat sampai coklat dengan bau segar, seperti rumput dan agak seperti kamfer. Minyak Sri Lanka kurang bernilai ekonomis dibanding minyak tipe Jawa dan digunakan hanya sebagai pewangi sabun, bubuk pencuci dan produk keperluan rumah tangga lainnya. Tipe Jawa, diperoleh dari distilasi uap daun Cymbopogon winterianus jowitt atau mahapengiri. Minyak tipe ini berwarna kuning pucat sampai coklat pucat mempunyai bau yang manis, seperti bunga mawar dengan sentuhan aroma sitrus yang kuat dari sitronelal. Minyak tipe Jawa dapat mengandung total senyawa yang dapat diasetilasi mencapai 97% dan sampai 45% senyawa karbonil, tergantung pada waktu memanen. Sekarang ini, produser utama minyak tipe Jawa adalah Taiwan, China dan Jawa (Bauer,1997).
Produksi minyak sereh wangi Indonesia pada tahun tujuh puluhan pernah kesohor dengan julukan "Jawa Citronella", namun beberapa terakhir ini terus menunjukkan penurunan, tahun 1983 volume ekspor sitronella masih jauh, yaitu sekitar 328.567 kg, lalu tahun naik sedikit menjadi 418.615 kg dan tahun 1987 menjadi 307.280 kg dengan nilai 2 juta dolar AS (anonimas, 1988).

D. Komposisi Minyak Sereh Wangi
Komponen kimia dalam minyak sereh wangi cukup komplek, namun komponen yang terpenting adalah sitronellal dan garaniol. Kedua komponen tersebut menentukan intensitas bau, harum, serta nilai harga minyak sereh wangi. Kadar komponen kimia penyusun utama minyak sereh wangi tidak tetap, dan tergantung pada beberapa faktor. Biasanya jika kadar geraniol tinggi maka kadar sitronellal juga tinggi (Harris, 1987).
Komposisi minyak sereh wangi ada yang terdiri dari beberapa komponen, ada yang mempunyai 30 - 40 komponen, yang isinya antara, lain alkohol, hidrokarbon, ester, aldehid, keton, oxida, lactone, terpene dan sebagainya. Menurut Guenther (1950), komponen utama penyusun minyak sereh wangi adalah sitronelal, sitronelol, dan geraniol.
Gambar 2. Senyawa kimia dalam minyak sereh wangi

Tabel 1. Susunan Kimia Minyak Sereh Wangi yang Ditanam Di Taiwan

E. Proses Penyulingan Minyak Sereh Wangi
Minyak atsiri adalah zat cair yang mudah menguap bercampur dengan persenyawaan padat yang berbeda dalam hal komposisi dan titik cairnya, larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Berdasarkan sifat tersebut, maka minyak atsiri dapat diekstrak dengan 4 macam cara, yaitu: Penyulingan (Destilasi), Pressing (Eks-pression), Ekstraksi dengan pelarut (Solvent ekstraksion) dan Absorbsi oleh menguap lemak padat (Enfleurage). Cara yang tepat untuk pengambilan minyak dari daun sereh adalah dengan cara penyulingan (Destilasi) (Ames dan Matthews, 1968). Penyulingan adalah proses pemisahan komponen yang berupa cairan atau padatan dari 2 macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan titik uapnya dan proses ini dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam air minyak sereh wangi (Stephen, 1948).
Jumlah minyak yang menguap bersama-sama uap air ditentukan oleh 3 faktor, yaitu: besarnya tekanan uap yang digunakan, berat molekul dari masing-masing komponen dalam minyak dan kecepatan minyak yang keluar dari bahan (Satyadiwiria, 1979). Semakin cepat aliran uap air dalam ketel suling, maka jumlah minyak yang dihasilkan per kg kondensat uap semakin rendah, sebaliknya semakin lambat gerakan uap dalam ketel maka waktu penyulingan lebih lama dan rendemen minyak per jam rendah. Sebagai bahan bakar penyulingan, para yuling biasanya menggunakan kayu bakar, namun untuk mengurangi biaya produksi para penyuling lebih penuh kebanyakan menggunakan ampas hasil sulingan (Satyadiwiria, 1979).
Proses ekstraksi minyak pada permulaan penyulingan berlangsung cepat, dan secara bertahap semakin lambat sampai kita-kita 2/3 minyak telah tersuling (Ketaren dan B. Djatmiko, 1978). Rendemen minyak yang dihasilkan dari daun sereh tergantung dari bermacam-macam faktor antara lain: iklim, kesuburan tanah, umur tanaman dan cara penyulingan. Rendemen dipengaruhi oleh musim rata 0,7 % dan musim hujan 0,5 %. Menurut De Jong rendemen minyak dari daun segar sekitar 0,5 - 1,2%, dan rendemen minyak di musim kemarau lebih tinggi dari pada di musim hujan. Daun sereh jenis lenabatu menghasilkan rendemen minyak 0,5 % (Anonimous, 1970).
Penyulingan minyak sereh wangi di Indonesia biasanya dilakukan dengan menggunakan uap air yaitu dengan dua cara, secara langsung dan secara tidak langsung. Pada penyulingan secara langsung, bahan atau daun sereh wangi yang akan diambil minyaknya dimasak dengan air, dengan demikian penguapan air dan minyak berlangsung bersamaan. Kendati penyulingan langsung seolah-olah memudahkan penanganan tetapi ternyata mengakibatkan kehilangan hasil dan penurunan mutu. Penyulingan langsung dapat mengakibatkan teroksidasi dan terhidrolisis, selain itu menyebabkan timbulnya hasil sampingan yang tidak dikehendaki. Pada penyulingan secara tidak langsung, yaitu dengan cara memisahkan penguapan air dengan penguapan minyak. Bahan tumbuhan diletakkan ditempat tersendiri yang dialiri uap air, atau secara lebih sederhana bahan tumbuhan diletakkan di atas air mendidih (Harris, 1987).
Pada awal penyulingan, akan tersuling sejumlah besar geraniol dan sitronellal, sedangkan pada penyulingan lebih lanjut, total geraniol dan sitronellal yang dihasilkan semakin berkurang. Berdasarkan pengalaman pada penyulingan 4,5 jam akan menghasilkan minyak sereh wangi dengan kadar geraniol maksimum 85 persen dan sixronellal 35 persen. Dengan demikian penyulingan diatas 4,5 jam (5- 6) jam tidak akan menambah kadar kedua zat tersebut. Lama penyulingan tergantung dari tekanan uap yang dipergunakan dan faktor kondisi terutama kadar air daun sereh. Pada prinsipnya, tekanan yang dipergunakan tidak boleh terlalu tinggi, karena pada tekanan yang terlalu tinggi minyak akan terdekomposisi, terutama pada waktu penyulingan yang terlalu lama. Suatu hal yang penting dalam penyulingan minyak sereh adalah agar suhu dan tekanan tetap seragam dan tidak menurun secara tiba-tiba selama proses berlangsung (Virmani dan S.C Bath, 1971).

F. Syarat Mutu Minyak Sereh Wangi
Penyebab bau utama yang menyenangkan pada minyak sereh wangi adalah sitromellal, yang merupakan bahan dasar untuk pembuatan parfum, oleh kerena itu minyak sereh dengan kadar sitronellal yang tinggi akan lebih digemari. Jenis minyak yang demikian akan diperoleh dari fraksi pertama penyulingan. Khususnya di Indonesia, minyak sereh wangi yang diperdagangkan diperoleh dengan cara penyulingan daun tanaman Cymbopogon nardus. Minyak sereh wangi Indonesia digolongkan dalam satu jenis mutu utama dengan nama “Java Citronella Oil". Standar mutu minyak sereh wangi untuk kwalitas ekspor dapat dianalisa menurut kriteria fisik yaitu berdasarkan: warna, bobot jenis, indeks bias, ataupun secara kimia, berdasarkan: total geranial, total sitronellal (Kapoor dan Krishan,1977).
Tabel 2. Standar Mutu Minyak Sereh Wangi Indonesia Berdasarkan

Minyak sereh wangi tidak memenuhi syarat ekspor apabila kadar geraniol dan rendah atau mengandung bahan aging. Kadar geraniol dan sitronellal yang rendah biasanya disebabkan oleh jenis tanaman sereh yang kurang baik, di samping pemeliharaan tanaman yang kurang baik serta umur tanaman yang terlalu tua. Bahan-bahan daging yang terdapat dalam minyak sereh wangi berupa lemak, alkohol dan minyak tanah sering digunakan sebagai bahan pencampur. Bahan ini terdapat dalam minyak sereh mungkin karena berasal dari bahan kemasan yang sebelumnya mengandung zat tersebut di atas (Ketaren den B. Djatmiko, 1978).

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

1. Dilarang Spam
2. Dilarang menggunakan kata-kata kasar/tidak sopan

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda