Selasa, 17 Maret 2020

Sintesis Kristal Tembaga (II) Sulfat Pentahidrat dari Tembaga Bekas

Sintesis Kristal Tembaga (II) Sulfat Pentahidrat (CuSO4.5H2O)
dari Tembaga Bekas Kumparan

Oleh : Erwinsyah Utama, Nurwulan Dari, Elviana Hanum, Thomson Alex Sumanro Girsang, Mitra Aritonang

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


ABSTRAK
Kristal CuSO4.5H2O merupakan salah satu bahan yang banyak dibutuhkan di industri. Menurut Tabilo (2012), proses produksi tembaga sulfat  pentahidrat mencakup langkah-langkah yang sangat kompleks. Hal itu memunculkan ide penulis untuk melakukan penelitian mengenai sintesis kristal tembaga (II) sulfat pentahidrat dengan proses yang lebih sederhana melalui pengolahan limbah tembaga bekas kumparan dengan reaksi menggunakan H2SO4 dan pelarut HNO3. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asam nitrat terhadap pembentukan kristal tembaga (II) sulfat pentahidrat; mengetahui pengaruh temperatur larutan terhadap rendemen kristal tembaga (II) sulfat pentahidrat; dan membuktikan kristal yang dihasilkan berupa kristal tembaga (II) sulfat pentahidrat. Penelitian ini menggunakan metode pemanasan disertai dengan pendinginan larutan. Bahan baku yang digunakan yaitu berupa kawat tembaga bekas kumparan. Sebelum digunakan, bahan baku logam dibersihkan dari pengotor lalu dipotong kecil-kecil yang bertujuan agar mempermudah dan mempercepat proses pelarutan tembaga dengan HNO3. Proses pelarutan ini menggunakan variasi konsentrasi pelarut (HNO3). Setelah itu, larutan direaksikan dengan H2SO4 pekat pada suhu tertentu. Kemudian dilakukan kristalisasi disertai pengadukan selama 15 menit dengan kecepatan 500 rpm. Lalu didiamkan selama 2 x 24 jam. Kristal hasil sintesis diuji dengan menggunakan metode uji nyala serta dilakukan pengecekkan jumlah air pada kristal.
Kata Kunci : Tembaga, Tembaga (II) Sulfat, Temperatur, Konsentrasi, Uji Nyala

LATAR BELAKANG
            Kristal CuSO4.5H2O merupakan salah satu bahan yang banyak dibutuhkan di industri. Pemanfaatan dari CuSO4.5H2O sangat luas, diantaranya yaitu sebagai fungisida yang merupakan pestisida yang secara spesifik membunuh atau menghambat cendawan akibat penyakit, sebagai reagen analisis kimia, sintesis senyawa organik, pelapisan anti fokling pada kapal, dan sebagai kabel tembaga (Walsh,1994). Baru-baru ini, CuSO4.5H2O juga telah digunakan sebagai katalis asam Lewis untuk berbagai transformasi organik. Ini adalah sebuah reagen yang murah, tersedia dan sangat aman  digunakan dalam reaksi kimia (Heravi, 2006).
Menurut Tabilo (2012), proses produksi tembaga sulfat  pentahidrat mencakup langkah-langkah berikut: 1) Tahap pencucian, dimana tembaga diperoleh dari oksidasi  bijih menggunakan campuran asam sulfat dan air; 2) Ekstraksi pelarut, dimana tembaga diekstrak dari larutan dan mencampur dengan produk yang disebut  lapisan organik; 3) Kristalisasi, dimana tembaga lapisan organik dipisahkan dengan menggunakan larutan asam pekat; 4) Rekristalisasi, dimana tembaga sulfat dilarutkan dalam air tawar pada suhu 80 - 90 °C, dan kemudian dikristalisasi dengan mendinginkannya hingga 25 - 30 °C, secara berurutan  untuk menghilangkan kotoran.
Proses tersebut dinilai sebagai proses yang sangat kompleks. Hal itu memunculkan ide penulis untuk melakukan penelitian mengenai sintesis kristal tembaga (II) sulfat pentahidrat dengan proses yang lebih sederhana melalui pengolahan limbah tembaga bekas kumparan dengan reaksi menggunakan H2SO4 dan pelarut HNO3.

RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana pengaruh konsentrasi HNO3 terhadap pembentukan Kristal CuSO4.5H2O?
2.      Bagaimana pengaruh temperatur larutan terhadap rendemen kristal CuSO4.5H2O?
3.      Bagaimana membuktikan kristal yang terbentuk adalah kristal CuSO4.5H2O?

TUJUAN
1.      Mengetahui pengaruh konsentrasi HNO3 terhadap pembentukan Kristal CuSO4.5H2O
2.      Mengetahui pengaruh temperatur larutan terhadap rendemen Kristal CuSO4.5H2O
3.      Membuktikan kristal yang dihasilkan berupa kristal CuSO4.5H2O

BATASAN MASALAH
1.      Bahan baku yang digunakan adalah Cu bekas kumparan yang direaksikan dengan H2SO4
2.      Pelarut yang digunakan adalah HNO3
3.      Reaksi dilakukan pada kondisi atmosferik

TINJAUAN TEORITIS
Kristal Tembaga (II) Sulfat
Tembaga (II) sulfat pentahidrat akan terdekomposisi sebelum mencair pada 150 °C, akan kehilangan dua molekul airnya pada suhu 63 °C, diikuti 2 molekul lagi pada suhu 109 °C dan molekul air terakhir pada suhu 200 °C (Galwey dan Brown, 1999).
Proses dehidrasi melalui dekomposisi separuh tembagatetraaqua(2+), 2 gugus aqua yang berlawanan akan terlepas untuk menghasilkan separuh tembagadiaqua(2+). Tahap dehidrasi kedua dimulai ketika 2 gugus aqua terakhir terlepas. Dehidrasi sempurna terjadi ketika molekul air yang tidak terikat terlepas (Wilberg dkk, 2001).
Pada suhu 650 °C, tembaga (II) sulfat akan terdekomposisi menjadi tembaga(II) oksida (CuO) dan belerang trioksida (SO3). Warna tembaga (II) sulfat yang berwarna biru berasal dari hidrasi air. Ketika tembaga (II) sulfat dipanaskan dengan api, maka kristalnya akan terdehidrasi dan berubah warna menjadi hijau abu-abu (Holleman dan Weiberg, 2001).
Menurut Tabilo (2012) proses produksi tembaga sulfat  pentahidrat mencakup langkah-langkah berikut: 1) Tahap pencucian, dimana tembaga diperoleh dari oksidasi  bijih menggunakan campuran asam sulfat dan air; 2) Ekstraksi pelarut, dimana tembaga diekstrak dari larutan dan mencampur dengan produk yang disebut  lapisan organik; 3) Kristalisasi, dimana tembaga lapisan organik dipisahkan dengan menggunakan larutan asam pekat; 4) Rekristalisasi, dimana tembaga sulfat dilarutkan dalam air tawar pada suhu 80 - 90 °C, dan kemudian dikristalisasi dengan mendinginkannya hingga 25 - 30 °C, secara berurutan  untuk menghilangkan kotoran.

Pengaruh Konsentrasi Pelarut
Dalam proses sintesis Kristal tembaga (II) sulfat pentahidrat terdapat tahap pelarutan bahan baku menggunakan variasi konsentrasi pelarut HNO3. Jika larutan HNO3 encer ditambahkan ke dalam campuran, maka larutan hanya keruh, dan Cu belum meluruh. Hal ini terjadi karena seharusnya HNO3 pekat yang ditambahkan ke dalam larutan, sebab HNO3 pekat bersifat oksidator kuat, sehingga mengaktifkan H2SO4 untuk mengoksidasi Cu menjadi CuSO4. Dari penambahan asam nitrat pekat ini menyebabkan tembaga melarut dan larutan menjadi berwarna biru keruh serta terdapat uap bewarna coklat. Uap ini terbentuk sebagai akibat tembaga yang ditambahkan atau direaksikan dengan asam nitrat pekat. Karena diperlukan waktu yang tidak sedikit dari reaksi antara tembaga dan asam nitrat pekat , maka dalam proses ini diperlukan pengadukan sampai tembaga larut (Justel, 2015).

Pengaruh Suhu
Yield kristal yang diperoleh meningkat seiring dengan kenaikan suhu reaksi. Hal ini dikarenakan kelarutan CuSO4 dalam air meningkat seiring dengan kenaikan suhu sehingga kristal CuSO4.5H2O yang terbentuk semakin banyak. Hal ini diakibatkan pada suhu yang tinggi, CuSO4 yang larut kemudian membentuk kristal semakin banyak. Sehingga CuSO4 yang belum larut dalam air semakin sedikit. Setiap kenaikan suhu pemanasan 1oC untuk perlakuan seeding akan menaikkan yield kristal sebesar 0,327% sedangkan untuk perlakuan non seeding akan menaikkan yield kristal sebesar 0,473% (Fitrony dkk, 2013).

Uji Kualitatif Tembaga (II) Sulfat
Beberapa senyawa logam tertentu diuapkan dalam nyala bunsen akan memberikan warna yang karakteristik pada nyala itu, termasuk senyawa tembaga (II) sulfat. Senyawa tembaga (II) sulfat, terutama pada kehadiran halida, misalnya membasahkannya dengan asam klorida pekat, maka akan menghasilkan warna nyala hijau. Analisa kualitatif lain terhadap kristal CuSO4.5H2O meliputi analisa warna dan densitas (Svehla, 1985).

                Tabel 1. Data hasil pengamatan warna dan pengukuran densitas
Sumber : Fitrony dkk, 2013

Selain itu, ada beberapa cara lain yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa tembaga (II) sulfat, seperti dengan penambahan reagen tertentu dan mengamati perubahan yang terjadi. Penambahan kalium heksasianoferat (II) pada larutan tembaga (II) sulfat akan menghasilkan endapan coklat kemerahan, yaitu tembaga heksasianoferat (II) dalam suasana netral atau asam. Reagen lain yang dapat digunakan adalah kalium iodida (KI) yang akan mengendapkan tembaga (I) iodida yang berwarna putih, tetapi larutannya berwarna coklat tua (Svehla, 1985).

Uji Kadar Air
Untuk pengecekan jumlah air pada kristal maka dilakukan proses pengovenan pada suhu 155 ºC terhadap kristal CuSO4.5H2O. Hal ini bertujuan untuk menguapkan air kristal pada kristal tersebut. Kristal yang diperoleh dari penelitian ini berwarna biru cerah. Ketika air kristalnya dihilangkan maka warnanya menjadi putih. Untuk membuktikan jumlah air kristal pada kristal CuSO4.5H2O, dilakukan analisa sederhana dengan menggunakan oven untuk mengecek jumlah air kristal. Dengan perbandingan mol CuSO4 dan mol H2O, maka didapatkan perbandingan 1:5. Sehingga terbukti bahwa jumlah air kristal sebanyak 5 mol H2O (Fitrony dkk, 2013).

METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
            Alat-alat yang digunakan meliputi beaker glass, pemanas (heater), termometer, magnetic stirrer, oven, gelas ukur, neraca, bunsen, cawan porselin. Adapun bahan-bahan yang digunakan yaitu tembaga bekas kumparan, HNO3, H2SO4, akuades, kalium iodida.

Prosedur Penelitian
            Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahap pelarutan Cu, tahap reaksi dengan H2SO4, dan tahap analisa produk. Kondisi operasinya yaitu pada tekanan atmosfer.
            Pertama-tama, bahan baku logam dibersihkan dari pengotor lalu dipotong kecil-kecil. Selanjutnya, melarutkan tembaga bekas kumparan dengan HNO3 sampai tidak terbentuk lagi gas berwarna cokelat (gas NO2). Adapun konsentrasi asam nitrat yang digunakan yaitu 8 M, 12 M, dan 16 M. melakukan tahap reaksi dengan H2SO4 3,4 M pada beberapa suhu reaksi sesuai variabel. Pada tahap kristalisasi, larutan diberikan pengadukan selama 15 menit dengan kecepatan 500 rpm. Lalu didiamkan selama 2 x 24 jam. Setelah kristal terbentuk, dilakukan uji kualitatif serta uji kadar air pada kristal.
Untuk pengecekan jumlah air pada kristal maka dilakukan proses pengovenan pada suhu 155 ºC terhadap kristal CuSO4.5H2O. Hal ini bertujuan untuk menguapkan air kristal pada kristal tersebut. Kristal yang diperoleh dari penelitian ini berwarna biru cerah. Ketika air kristalnya dihilangkan maka warnanya menjadi putih. Untuk membuktikan jumlah air kristal pada kristal CuSO4.5H2O, dilakukan analisa sederhana dengan menggunakan oven untuk mengecek jumlah air kristal. Dengan perbandingan mol CuSO4 dan mol H2O, maka didapatkan perbandingan 1:5. Sehingga terbukti bahwa jumlah air kristal sebanyak 5 mol H2O.

DAFTAR PUSTAKA
Andrew Knox Galwey, Michael E. Brown (1999). Thermal decomposition of ionic solids. Elsevier. hlmn. 228–229. ISBN 0444824375.
Egon Wiberg, Nils Wiberg, Arnold Frederick Holleman (2001). Inorganic chemistry. Academic Press. hlm. 1263. ISBN 0123526515.
Holleman, A. F.; Wiberg, E. (2001). Inorganic Chemistry. San Diego: Academic Press. ISBN 0-12-352651-5.
Tabilo, F., Proyecto Anico. Thesis, Universidad de Chile (2012). (In Spanish).
           

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

1. Dilarang Spam
2. Dilarang menggunakan kata-kata kasar/tidak sopan

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda