Sintesis Kristal Tembaga (II) Sulfat Pentahidrat dari Tembaga Bekas
dari Tembaga Bekas Kumparan
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ABSTRAK
Kristal CuSO4.5H2O
merupakan salah satu bahan yang banyak dibutuhkan di industri. Menurut Tabilo
(2012), proses produksi tembaga sulfat pentahidrat mencakup langkah-langkah yang sangat
kompleks. Hal itu memunculkan ide penulis untuk
melakukan penelitian mengenai sintesis kristal tembaga (II) sulfat pentahidrat
dengan proses yang lebih sederhana melalui pengolahan limbah tembaga bekas kumparan
dengan reaksi menggunakan H2SO4
dan pelarut HNO3. Tujuan penelitian ini yaitu untuk
mengetahui pengaruh konsentrasi asam nitrat terhadap pembentukan kristal
tembaga (II) sulfat pentahidrat; mengetahui pengaruh temperatur larutan terhadap rendemen kristal tembaga (II)
sulfat pentahidrat; dan membuktikan kristal yang dihasilkan berupa kristal
tembaga (II) sulfat pentahidrat. Penelitian ini menggunakan metode pemanasan disertai dengan pendinginan larutan. Bahan
baku yang digunakan yaitu berupa kawat tembaga bekas kumparan. Sebelum
digunakan, bahan baku logam dibersihkan dari pengotor lalu dipotong kecil-kecil
yang bertujuan agar mempermudah dan mempercepat proses pelarutan tembaga dengan
HNO3. Proses pelarutan ini menggunakan variasi konsentrasi pelarut
(HNO3). Setelah itu,
larutan direaksikan dengan H2SO4 pekat pada suhu
tertentu. Kemudian dilakukan kristalisasi disertai pengadukan selama 15 menit
dengan kecepatan 500 rpm. Lalu didiamkan selama 2 x 24 jam. Kristal hasil sintesis diuji dengan
menggunakan metode uji nyala serta dilakukan pengecekkan jumlah air pada kristal.
Kata Kunci : Tembaga, Tembaga (II) Sulfat, Temperatur, Konsentrasi,
Uji Nyala
LATAR BELAKANG
Kristal CuSO4.5H2O
merupakan salah satu bahan yang banyak dibutuhkan di industri. Pemanfaatan dari
CuSO4.5H2O sangat luas, diantaranya yaitu sebagai
fungisida yang merupakan pestisida yang secara spesifik membunuh atau
menghambat cendawan akibat penyakit, sebagai reagen analisis kimia, sintesis
senyawa organik, pelapisan anti fokling pada kapal, dan sebagai kabel tembaga (Walsh,1994).
Baru-baru ini, CuSO4.5H2O
juga telah digunakan sebagai katalis asam Lewis untuk berbagai transformasi
organik. Ini adalah sebuah reagen yang murah, tersedia dan sangat aman digunakan dalam reaksi kimia (Heravi, 2006).
Menurut Tabilo (2012), proses produksi tembaga sulfat pentahidrat mencakup langkah-langkah berikut:
1) Tahap pencucian, dimana tembaga diperoleh dari
oksidasi bijih menggunakan campuran asam
sulfat dan air; 2) Ekstraksi pelarut, dimana tembaga diekstrak dari larutan dan
mencampur dengan produk yang disebut
lapisan organik; 3) Kristalisasi, dimana tembaga lapisan organik
dipisahkan dengan menggunakan larutan asam pekat; 4) Rekristalisasi, dimana tembaga sulfat dilarutkan dalam air tawar pada suhu 80 - 90 °C, dan
kemudian dikristalisasi dengan mendinginkannya hingga 25 - 30 °C, secara berurutan untuk menghilangkan kotoran.
Proses tersebut dinilai sebagai proses yang sangat
kompleks. Hal itu memunculkan ide penulis untuk
melakukan penelitian mengenai sintesis kristal tembaga (II) sulfat pentahidrat
dengan proses yang lebih sederhana melalui pengolahan limbah tembaga bekas kumparan
dengan reaksi menggunakan H2SO4
dan pelarut HNO3.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi HNO3
terhadap pembentukan Kristal CuSO4.5H2O?
2. Bagaimana pengaruh temperatur larutan terhadap rendemen kristal CuSO4.5H2O?
3. Bagaimana membuktikan kristal yang
terbentuk adalah kristal CuSO4.5H2O?
TUJUAN
1. Mengetahui pengaruh konsentrasi HNO3
terhadap pembentukan Kristal CuSO4.5H2O
2. Mengetahui pengaruh temperatur larutan terhadap rendemen Kristal CuSO4.5H2O
3. Membuktikan
kristal yang dihasilkan berupa kristal CuSO4.5H2O
BATASAN MASALAH
1. Bahan baku yang digunakan adalah Cu
bekas kumparan yang direaksikan dengan H2SO4
2. Pelarut yang digunakan adalah HNO3
3. Reaksi dilakukan pada kondisi
atmosferik
TINJAUAN TEORITIS
Kristal Tembaga (II) Sulfat
Tembaga (II) sulfat pentahidrat akan
terdekomposisi sebelum mencair pada 150 °C, akan kehilangan dua molekul
airnya pada suhu 63 °C, diikuti 2 molekul lagi pada suhu 109 °C dan
molekul air terakhir pada suhu 200 °C (Galwey dan Brown, 1999).
Proses dehidrasi melalui dekomposisi separuh
tembagatetraaqua(2+), 2 gugus aqua yang berlawanan akan terlepas untuk
menghasilkan separuh tembagadiaqua(2+). Tahap dehidrasi kedua dimulai ketika 2
gugus aqua terakhir terlepas. Dehidrasi sempurna terjadi ketika molekul air
yang tidak terikat terlepas (Wilberg dkk, 2001).
Pada suhu 650 °C, tembaga (II) sulfat akan
terdekomposisi menjadi tembaga(II) oksida (CuO) dan belerang trioksida (SO3).
Warna tembaga (II) sulfat yang berwarna biru berasal dari hidrasi air. Ketika
tembaga (II) sulfat dipanaskan dengan api, maka kristalnya akan terdehidrasi
dan berubah warna menjadi hijau abu-abu (Holleman dan Weiberg, 2001).
Menurut Tabilo (2012) proses produksi tembaga sulfat pentahidrat mencakup langkah-langkah berikut:
1) Tahap pencucian, dimana tembaga diperoleh dari
oksidasi bijih menggunakan campuran asam
sulfat dan air; 2) Ekstraksi pelarut, dimana tembaga diekstrak dari larutan dan
mencampur dengan produk yang disebut
lapisan organik; 3) Kristalisasi, dimana tembaga lapisan organik
dipisahkan dengan menggunakan larutan asam pekat; 4) Rekristalisasi, dimana tembaga sulfat dilarutkan dalam air tawar pada suhu 80 - 90 °C, dan
kemudian dikristalisasi dengan mendinginkannya hingga 25 - 30 °C, secara berurutan untuk menghilangkan kotoran.
Pengaruh Konsentrasi
Pelarut
Dalam
proses sintesis
Kristal tembaga (II) sulfat pentahidrat terdapat tahap pelarutan
bahan baku menggunakan variasi konsentrasi pelarut HNO3. Jika
larutan HNO3 encer ditambahkan ke dalam campuran, maka larutan hanya keruh, dan Cu belum
meluruh. Hal ini terjadi karena seharusnya HNO3 pekat yang
ditambahkan ke dalam larutan,
sebab HNO3
pekat bersifat
oksidator kuat, sehingga mengaktifkan H2SO4 untuk
mengoksidasi Cu menjadi CuSO4. Dari penambahan asam nitrat pekat ini
menyebabkan tembaga melarut dan larutan menjadi berwarna biru keruh serta
terdapat uap bewarna coklat. Uap ini terbentuk sebagai akibat tembaga yang
ditambahkan atau direaksikan dengan asam nitrat pekat. Karena diperlukan waktu
yang tidak sedikit dari reaksi antara tembaga dan asam nitrat pekat , maka
dalam proses ini diperlukan pengadukan sampai tembaga larut (Justel, 2015).
Pengaruh Suhu
Yield kristal yang diperoleh meningkat
seiring dengan kenaikan suhu reaksi.
Hal ini dikarenakan kelarutan CuSO4 dalam air meningkat seiring
dengan kenaikan suhu sehingga kristal CuSO4.5H2O yang
terbentuk semakin banyak. Hal
ini diakibatkan pada suhu yang tinggi, CuSO4 yang larut kemudian
membentuk kristal semakin banyak. Sehingga CuSO4 yang belum larut
dalam air semakin sedikit.
Setiap
kenaikan suhu pemanasan 1oC untuk perlakuan seeding akan
menaikkan yield kristal sebesar 0,327% sedangkan untuk perlakuan non seeding
akan menaikkan yield kristal sebesar 0,473% (Fitrony dkk,
2013).
Uji Kualitatif Tembaga (II) Sulfat
Beberapa senyawa logam tertentu diuapkan
dalam nyala bunsen akan memberikan warna yang karakteristik pada nyala itu,
termasuk senyawa tembaga (II)
sulfat. Senyawa tembaga (II)
sulfat, terutama pada kehadiran halida, misalnya membasahkannya dengan asam
klorida pekat, maka akan menghasilkan warna nyala hijau. Analisa kualitatif
lain terhadap kristal CuSO4.5H2O meliputi analisa warna
dan densitas (Svehla, 1985).
Tabel 1. Data hasil pengamatan warna dan
pengukuran densitas
Sumber : Fitrony dkk,
2013
Selain itu, ada beberapa cara lain yang
dapat dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa tembaga (II) sulfat, seperti
dengan penambahan reagen tertentu dan mengamati perubahan yang terjadi.
Penambahan kalium heksasianoferat (II) pada larutan tembaga (II) sulfat akan
menghasilkan endapan coklat kemerahan, yaitu tembaga heksasianoferat (II) dalam
suasana netral atau asam. Reagen lain yang dapat digunakan adalah kalium iodida
(KI) yang akan mengendapkan tembaga (I) iodida yang berwarna putih, tetapi
larutannya berwarna coklat tua (Svehla,
1985).
Uji Kadar Air
Untuk pengecekan jumlah air pada kristal
maka dilakukan proses pengovenan pada suhu 155 ºC
terhadap kristal CuSO4.5H2O. Hal ini bertujuan untuk
menguapkan air kristal pada kristal tersebut. Kristal yang diperoleh dari
penelitian ini berwarna biru cerah. Ketika air kristalnya dihilangkan maka
warnanya menjadi putih. Untuk membuktikan jumlah air kristal pada kristal CuSO4.5H2O,
dilakukan analisa sederhana dengan menggunakan oven untuk mengecek jumlah air
kristal. Dengan perbandingan mol CuSO4 dan mol H2O, maka
didapatkan perbandingan 1:5. Sehingga terbukti bahwa jumlah air kristal
sebanyak 5 mol H2O (Fitrony
dkk, 2013).
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan meliputi
beaker glass, pemanas (heater), termometer, magnetic stirrer, oven, gelas ukur,
neraca, bunsen, cawan porselin. Adapun bahan-bahan yang digunakan yaitu tembaga
bekas kumparan, HNO3, H2SO4, akuades, kalium
iodida.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa
tahapan, yaitu tahap pelarutan Cu, tahap reaksi dengan H2SO4,
dan tahap analisa produk. Kondisi operasinya yaitu pada tekanan atmosfer.
Pertama-tama, bahan baku logam dibersihkan dari
pengotor lalu dipotong kecil-kecil. Selanjutnya, melarutkan
tembaga bekas kumparan dengan HNO3 sampai tidak terbentuk lagi gas
berwarna cokelat (gas NO2). Adapun konsentrasi asam nitrat yang
digunakan yaitu 8 M, 12 M, dan 16 M. melakukan tahap reaksi dengan H2SO4 3,4
M pada beberapa suhu
reaksi sesuai variabel. Pada tahap kristalisasi, larutan diberikan pengadukan selama 15
menit dengan kecepatan 500 rpm. Lalu didiamkan selama 2 x 24 jam. Setelah kristal terbentuk, dilakukan uji kualitatif
serta uji kadar air pada kristal.
Untuk pengecekan jumlah air pada kristal
maka dilakukan proses pengovenan pada suhu 155 ºC
terhadap kristal CuSO4.5H2O. Hal ini bertujuan untuk
menguapkan air kristal pada kristal tersebut. Kristal yang diperoleh dari
penelitian ini berwarna biru cerah. Ketika air kristalnya dihilangkan maka
warnanya menjadi putih. Untuk membuktikan jumlah air kristal pada kristal CuSO4.5H2O,
dilakukan analisa sederhana dengan menggunakan oven untuk mengecek jumlah air
kristal. Dengan perbandingan mol CuSO4 dan mol H2O, maka
didapatkan perbandingan 1:5. Sehingga terbukti bahwa jumlah air kristal
sebanyak 5 mol H2O.
DAFTAR
PUSTAKA
Andrew Knox Galwey, Michael E.
Brown (1999). Thermal decomposition of ionic solids. Elsevier. hlmn. 228–229. ISBN 0444824375.
Egon Wiberg, Nils Wiberg, Arnold
Frederick Holleman (2001). Inorganic chemistry. Academic Press. hlm. 1263. ISBN 0123526515.
Holleman, A. F.; Wiberg, E.
(2001). Inorganic Chemistry. San Diego: Academic Press. ISBN 0-12-352651-5.
Tabilo, F., Proyecto Anico. Thesis, Universidad de Chile (2012). (In Spanish).
Label: Artikel
0 Komentar:
Posting Komentar
1. Dilarang Spam
2. Dilarang menggunakan kata-kata kasar/tidak sopan
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda