DITERPENOID
DITERPENOID
Oleh : Erwinsyah Utama, Sapransyah Rangkuti, Yunita Sari Lubis, Meiky Ulandari Putri, Feny Noviyanti
Jurusan Kimia
Oleh : Erwinsyah Utama, Sapransyah Rangkuti, Yunita Sari Lubis, Meiky Ulandari Putri, Feny Noviyanti
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Medan
Editor : Erwinsyah Utama
Editor : Erwinsyah Utama
A. Definisi Diterpenoid
Senyawa diterpenoid merupakan salah satu
golongan terpenoid yang penggolongannya berdasarkan unit isopren. Senyawa
diterpenoid adalah senyawa C20 yang bila diamati secara seksama,dapat terlihat bahwa tersusun dari empat
unit isoperana C5 (2- metil-1,3-butadiena) yang terikat satu
sama lain dalam pola kepala-ekor secara
simetris. Konfigurasi ini, yang dalam alam akan membentuk dasar dari aturan
biogenetik isoperana, mengantarkan pada pendapat bahwa diterpenoid asiklik
geranil-geraniol adalah dalam bentuk pirofosfatnya, merupakan prazat dari
sejumlah diterpenoid yang kompleks. Geranil-geraniol ditemukan dalam alam dan
konversi biologiknya menjadi diterpenoid yang kompleks diteliti dengan studi
biogenetik dan menjadi catatan dari struktur dari sejumlah diterpenoid (Scheur, 1978).
Senyawa diterpenoid yang banyak tersebar di semesta
ialah senyawa induk asiklik dari deret senyawa tersebut, yaitu fitol, yang
terdapat sebagai bentuk alkohol dalam molekul klorofil.
Ada 3 kelas diterpenoid : diterpena damar, diterpena racun, dan
giberelin (Harborne, 1987). Diterpena damar, meliputi senyawa seperti
asam abietat dan asam agatat yang terdapat dalam damar tumbuhan mutakhir dan
tumbuhan fosil. Di alam senyawa damar ini berfungsi sebagai pelindung ketika
dikeluarkan sebagai eksudat dari kayu pepohonan atau sebagai getah tumbuhan
herbal. Asam abietat terdapat luas dalam damar gimnospermae, terutama dalam
pinus. Berbagai damar ‘kopal’ pada tumbuhan kacang-kacangan mengandung
sederetan diterpena yang berlainan, salah satu contoh adalah asam hardwikat.
Sekelompok diterpena racun ialah grayanatoksin, contohnya grayanatoksin yang terdapat
dalam daun kebanyakan jenis Rhododendron dan Kalmia. Daun tersebut beracun oleh
adanya senyawa tersebut.
Kelas diterpenoid yang ketiga adalah giberelin, segolongan hormon yang
merangsang pertumbuhan secara umum dan diketahui sangat tersebar luas pada
tumbuhan. Asam giberalat adalah giberelin paling dikenal, tetapi sebenarnya
lebih dari 60 senyawa dalam deret ini sekarang telah dikenal. Secara kimia mereka
sangat erat berkaitan, jadi sukar dipisahkan dan dibedakan. Satu-satunya cara
penentuan yang memuaskan adalah KGC-SM. (Harborne, 1987). Senyawa diterpenoid
dapat berbentuk asiklik, bisiklik, trisiklik. Berikut ini adalah penjelsannya.
1) Diterpen Asiklik
Fitol, adalah
diterpen alkohol C20H40O, yang dikembangkan oleh
Willstatter menjadi fragmen alkohol dari molekul-molekul klorofil dan
kebanyakan di isolasi dari tumbuhan jelatang. Fitol merupakan alkohol primer
tak jenuh mengandung 1 ikatan rangkap dan merupakan senyawa alisiklis. Pada
ozonolisis akan menghasilkan aldehid glikolat dan keton jenuh C18H36O,
yang mengandung gugus CH3CO- (reaksi haloform). Keton ini dapat
ditulis C16H33COCH3, dan fitol dapat
dituliskan dengan struktur parsial:
2) Diterpen Monosiklik
Vitamin A1, dikenal dalam lemak alam dan minyak (misalnya, mentega, minyak hati
ikan, minyak ikan pecak) merupakan senyawa penting yang dibutuhkan oleh hewan
untuk pertumbuhan. Pada tahun 1942 vitamin A1 dalam kondisi kristalin dari
minyak ikan pecak dengan menggunakan metode kromatografi dan destilasi
molekuler. Vitamin A1, C20H30O adalah alkohol primer
dengan oksidasi akan menghasilkan aldehid bersesuaian, C20H28O.
Molekul ini memiliki 5 ikatan rangkap.
Kamforen dengan
rumus C20H32, merupakan diterpen hidrokarbon yang
ditemukan dalam fraksi didih yang lebih tinggi dari minyak kamfor. Diperoleh
dengan destilasi fraksinasi, mengandung 4 ikatan rangkap tidak terkonyugasi.
3) Diterpen Disiklik
Sclareol, dengan rumus C20H36O2, merupakan
diterpen disiklik dengan bentuk kristal, yang ditemukan dalam Salvia sclarea
L. Di isolasi dengan ekstraksi pelarut dari daun.
Manool, memiliki
rumus C20H34O, merupakan diterpenoid bisiklik alkohol
tersier yang terkandung dalam minyak esensial yang berasal dari kayu pohon
cemara.
Asam Agatendikarboksilat diterpen ini berupa asam, dijumpai dalam berbagai jenis damar.
Merupakan asam dikarboksilat, C20H30O4,
mengandung 2 ikatan etilen, salah satunya dalam keadaan berkonyugasi dengan
satu grup karboksil.
4) Diterpen Trisiklik
Asam Abietat,
dengan rumus C20H30O2, merupakan asam tak
jenuh, memiliki 2 ikatan rangkap, yang berkonjugasi.
Asam Dekstropimarat, dengan rumus C20H30O2.
Fikhtelit, merupakan hidrokarbon diterpen trisiklik
jenuh, terdapat dalam fossil resin. Merupakan kristal padat, dengan titik lebur
46°C.
B. Biosintesis Senyawa Diterpenoid
Secara umum biosintesa dari terpenoid dengan terjadinya 3 reaksi dasar
yaitu :
1) Pembentukan isopren aktif berasal dari asam asetat melalui asam
mevalonat .
2) Penggabungan kepala dan ekor dua unit isopren akan membentuk mono-,
seskui-, di-, sester- dan poli-terpenoid.
3) Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan
triterpenoid dan steroid
Mekanisme dari tahap-tahap reaksi biosintesa terpenoid adalah asam
asetat setelah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen
menghasilkan asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil
koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang
sebagaimana ditemukan pada asam mevalonat. Reaksi-reaksi berikutnya adalah
fosforilasi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan Isopentenil
pirofosfat (IPP) yang selanjutnya berisomerisasi menjadi Dimetil alil
pirofosfat (DMAPP) oleh enzim isomerase. IPP sebagai unit isopren aktif bergabung secara kepala ke ekor
dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerisasi
isopren untuk menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan
elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang
kekurangan elektron diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat yang menghasilkan
Geranil pirofosfat (GPP) yaitu senyawa antara bagi semua senyawa monoterpenoid.
Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme
yang sama menghasilkan Farnesil pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa antara
bagi semua senyawa seskuiterpenoid. senyawa diterpenoid diturunkan dari
Geranil-Geranil Pirofosffat (GGPP) yang berasal dari kondensasi antara satu
unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama.
C.
Manfaat Senyawa Diterpenoid
Diterpenoid mencakup beberapa senyawa dari segi fisiologi
sangat menarik seperti golongan hormon tumbuhan yang dikenal sebagai giberelin.
Seperti seskuiterpenoid, diterpenoid mencakup banyak senyawa yang bekerja
sebagai fungisida, racun terhadap hewan, penolak serangga dan sebagainya.
Senyawa ini dapat bersifat karsinogen. Beberapa senyawa ini mempunyai efek
racun atau efek penolakan terhadap serangga sementara senyawa lainnya menarik
serangga. Beberapa senyawa mempunyai aktivitas antivirus, sebagai fungisida dan
pembentukannya disulut oleh infeksi fungus. Satu senyawa dari kemangi mempunyai
aktivitas hormon remaja. Forskolin dari Coleus forskohli merupakan pengaktif
khas adenilat siklase. Partenolida dari parthenum tanacetum berguna untuk
mengobati migrain karena menghambat pelepasan serotonin.
Menurut Gunawan (2008) unit
diterpenoid aktiv pada herba meniran dapat dimanfaatkan sebagai antibacteri yaitu
phytadiene.
Selain itu
menurut Pandi (2011) ekstrak Morinda
citrifolia yang mengandung taxol, efektif digunakan sebagai
antitumor/antikanker, utamanya pada kanker payudara. Penelitian ini
membuktikan bahwa
jamur endofit
L. theobromae adalah
calon yang
sangat baik untuk alternatif sumber pasokan taxol. Namun konfirmasi dari
kegiatan vitro dalam dari taxol terhadap baris sel kanker payudara manusia harus
mendorong penelitian lebih lanjut.
D.
Isolasi dan Identifikasi senyawa diterpenoid
Penelitian bahan alam
biasanya dimulai dari ekstraksi, isolasi dengan metode kromatografi sehingga
diperoleh senyawa murni, identifikasi struktur dari senyawa murni yang
diperoleh dengan metode spektroskopi, dilanjutkan dengan uji aktivitas biologi
baik dari senyawa murni ataupun ekstrak kasarnya. Setelah diketahui struktur
molekulnya biasanya juga dilanjutkan dengan modifikasi struktur untuk
mendapatkan senyawa dengan aktivitas dan kestabilan yang diinginkan. Di samping
itu, dengan kemajuan bidang bioteknologi, dapat juga dilakukan peningkatan
kualitas tumbuhan atau organisme melalui kultur jaringan, maupun tumbuhan
transgenik yang tentunya juga akan menghasilkan berbagai jenis senyawa
metabolit sekunder baru yang beraneka ragam dan mungkin juga dengan struktur
molekul yang berbeda dengan yang ditemukan dari tumbuhan awalnya.
Penentuan struktur molekul merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari isolasi senyawa kimia bahan alam. Senyawa hasil isolasi belum memiliki
makna, jika belum diketahui struktur molekulnya. Metode penentuan struktur
senyawa organik yang banyak digunakan adalah metode spektroskopi, yang meliputi
UV, IR, NMR (1H dan 13C), dan MS. Untuk menentukan struktur senyawa organik
yang relatif sederhana metode tersebut sudah cukup memadai, namun untuk senyawa
dengan kerangka karbon yang cukup kompleks penggunaan NMR dua dimensi yang
meliputi HMQC, HMBC, COSY, dan NOESY mutlak diperlukan.
Senyawa diterpenoid memiliki banyak fungsi diantaranya ada juga yang berfungsi
sebagai antimikroba seperti senyawa phytadine [M+] 278 yang ditemukan dalam
tanaman herba meniran (Pyllanthus niruri Linn) dengan proses isolasi dan
identfikasi menggunakan metode Kromatografi Gas – Spektroskopi Massa.
Gunawan, I G. A. Gede Bawa, dan N. L. Sutrisnayanti telah melakukan
penelitian terhadap isolasi dan identifikasi senyawa terpenoid yang aktif
antbakteri pada Herba Menira (Pyllanthus niruri Linn). Proses
isolasi senyawa terpenoid dilakukan sebagai berikut:
1. Herba
meniran dikeringkan kemudian diblender sampai berbentuk serbuk.
2. Ekstraksi
Ekstraksi senyawa terpenoid dilakukan
dengan dua cara yaitu :
a. Sokletasi
Seberat 1000 g serbuk kering herba
meniran disokletasi dengan 5 L pelarut n –heksana. Ekstrak n-heksana
dipekatkan lalu disabunkan dalam 50 mL KOH 10%. Ekstrak n heksana
dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktivitas antibakteri.
b. Maserasi
Seberat 1000 g serbuk kering herba
meniran dimaserasi menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol dipekatkan lalu
dihidrolisis dalam 100 mL HCl 4 M. Hasil hidrolisis diekstraksi dengan 5 x 50
mL n – heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu disabunkan
dalam 10 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia
dan uji aktivitas antibakteri.
c. Skrinning
Fitokimia
Hasil
ekstraksi dengan cara sokletasi dan maserasi menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana
pada kedua cara tersebut positif mengandung senyawa terpenoid. Hal ini
dibuktikan dengan terbentuknya warna ungu setelah ekstrak n-heksana
direaksikan dengan Pereaksi Lieberman Burchard.
d.
Uji aktivitas bakteri
Ekstrak
n-heksanaa diuji aktivitasnya terhadap bakteri Eschericia coli dan
Staphyloccocus aureus dengan tahap – tahap . Ekstrak yang positif
terpenoid dan paling aktif antibakteri dipisahkan mengunakan kromatografi kolom
dengan fase diam silika gel 60 dan fase gerak kloroform : metanol (3 : 7).
Fraksi-fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom diuji fitokimia dan uji
aktivitas antibakteri. Fraksi yang positif terpenoid dan paling aktif
antibakteri dilanjutkan ke tahap pemurnian menggunakan kromatograi lapis tipis.
Isolat yang relatif murni selanjutnya diidentifikasi menggunakan kromatogafi
gas – spektroskopi massa.
e.
Pemisahan dengan Kromatografi kolom.
Hasil
uji aktivitas antibakteri terhadap ekstrak n-heksana hasil sokletasi
memberikan daya hambat yang lebih besar dibandingkan ekstrak n-heksana
hasil maserasi. Terhadap ekstrak n-heksana hasil sokletasi dipisahkan
mengunakan kromatografi kolom menghasilkan tiga buah fraksi, yaitu fraksi A
(1-27), fraksi B (28-33) dan fraksi C (34- ). Hasil uji fitokimia menunjukkan
bahwa fraksi A dan fraksi C positif terpenoid yaitu memberikan warna merah muda
(positif diterpenoid) pada fraksi A dan warna ungu muda (positif triterpenoid)
pada fraksi C setelah direaksikan dengan pereksi Lieberman-Burchard. Fraksi yang positif terpenoid selanjutnya
dilakukan uji aktivitas antibakteri.
f.
Identifikasi senyawa dengan metode
Kromatografi gas-spektroskopi massa.
Dari
hasil uji aktivitas antibakteri fraksi A memberikan daya hambat yang lebih baik
sehingga fraksi A dilanjutkan ke tahap pemurnian. Hasil pemurnian menunjukkan
noda tunggal. Hal ini dapat dikatakan fraksi A relatif murni secara KLT. Isolat
yang relatif murni diidentifikasi menggunakan kromatografi gas – spektroskopi
massa. Kromatogram gas fraksi n-heksana positif terpenoid dan aktif
antibakteri terdapat dua buah puncak
dengan waktu retensi berturut-turut : 25,74 dan 21,93 menit. Berdasarkan data
di atas senyawa tersebut mengandung dua buah senyawa. Spektrum massa senyawa
puncak I mempunyai berat molekul m/z 278. Berdasarkan data base kromatografi
gas - spektroskopi massa ditampilkan senyawa yang memiliki kemiripan 83% dengan
senyawa pada puncak I. Senyawa tersebut adalah phytol dengan berat molekul
m/z 296[M+], Phytol dapat
mengalami dehidrasi secara alami menjadi phytadiene pada kelompok B dari
Botryococcus braunii dimana Botryococcus braunii merupakan salah
satu spesies dari alga hijau. Dengan
demikian senyawa pada puncak I m/z 278 diduga sebagai senyawa phytadiene berdasarkan
data Spektroskopi Massa, pola fragmentasi dan hubungan antara senyawa puncak I
dengan phytol, phytadiene dan dodekane.
Spektrum
senyawa pada puncak II memiliki berat
molekul m/z 335. Berdasarkan hasil penelusuran internet, terdapat beberapa buah
senyawa dengan m/z 335 diantaranya DL-Leucyl-glycyl-DLphenylalanine,
4-metoksi-4-metil-1-(4-nitrophenyl)- decane-1,3-dione, 2-{1-[2-(3,4-
dimethoxyanilino)-2-oxoethyl}cyclohexyl}acetic acid, 2-(acetylamino)-3{3(cyclopentylmethoxy)
- 2- methoxyphenyl} propanoic acid.
Senyawa-senyawa
tersebut memang memiliki berat molekul m/z 335 sesuai dengan m/z senyawa pada
puncak II tetapi pola fragmentasi senyawa– senyawa tersebut tidak memenuhi pola
fragmentasi senyawa pada puncak II. Oleh karena itu ditelusuri senyawa yang
memiliki berat molekul m/z 336 yang memiliki pola fragmentasi yang memenuhi
pola fragmentasi senyawa puncak II dengan asumsi bahwa senyawa dengan berat
molekul m/z 336 adalah senyawa yang memiliki berat molekul m/z 335 [M+ - H].
Dari
hasil penelitian terhadap isolasi dan identifikasi senyawa terpenoid dari
tanaman Herba Maniran isimpulkan bahwa
Herba meniran (Phyllanthus niruri Linn) mengandung dua senyawa
terpenoid yang diduga jenis phytadiene dan 1,2-seco cladiellan, di mana
campuran kedua senyawa ini aktif terhadap bakteri Escherichia coli dan bakteri Staphylococcus aureus.
Label: Artikel
0 Komentar:
Posting Komentar
1. Dilarang Spam
2. Dilarang menggunakan kata-kata kasar/tidak sopan
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda