Kamis, 19 Maret 2020

DITERPENOID

DITERPENOID


Oleh : Erwinsyah Utama, Sapransyah Rangkuti, Yunita Sari Lubis, Meiky Ulandari Putri, Feny Noviyanti

Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Medan

Editor : Erwinsyah Utama

A. Definisi Diterpenoid
Senyawa diterpenoid merupakan salah satu golongan terpenoid yang penggolongannya berdasarkan unit isopren. Senyawa diterpenoid adalah senyawa C20  yang bila diamati secara  seksama,dapat terlihat bahwa tersusun dari empat unit isoperana C(2- metil-1,3-butadiena) yang terikat satu sama lain dalam pola kepala-ekor  secara simetris. Konfigurasi ini, yang dalam alam akan membentuk dasar dari aturan biogenetik isoperana, mengantarkan pada pendapat bahwa diterpenoid asiklik geranil-geraniol adalah dalam bentuk pirofosfatnya, merupakan prazat dari sejumlah diterpenoid yang kompleks. Geranil-geraniol ditemukan dalam alam dan konversi biologiknya menjadi diterpenoid yang kompleks diteliti dengan studi biogenetik dan menjadi catatan dari struktur dari sejumlah diterpenoid (Scheur, 1978).
Senyawa diterpenoid yang banyak tersebar di semesta ialah senyawa induk asiklik dari deret senyawa tersebut, yaitu fitol, yang terdapat sebagai bentuk alkohol dalam molekul klorofil.
 Ada 3 kelas diterpenoid : diterpena damar, diterpena racun, dan giberelin (Harborne, 1987). Diterpena damar, meliputi senyawa seperti asam abietat dan asam agatat yang terdapat dalam damar tumbuhan mutakhir dan tumbuhan fosil. Di alam senyawa damar ini berfungsi sebagai pelindung ketika dikeluarkan sebagai eksudat dari kayu pepohonan atau sebagai getah tumbuhan herbal. Asam abietat terdapat luas dalam damar gimnospermae, terutama dalam pinus. Berbagai damar ‘kopal’ pada tumbuhan kacang-kacangan mengandung sederetan diterpena yang berlainan, salah satu contoh adalah asam hardwikat. 
Sekelompok diterpena racun ialah grayanatoksin, contohnya grayanatoksin yang terdapat dalam daun kebanyakan jenis Rhododendron dan Kalmia. Daun tersebut beracun oleh adanya senyawa tersebut. 
Kelas diterpenoid yang ketiga adalah giberelin, segolongan hormon yang merangsang pertumbuhan secara umum dan diketahui sangat tersebar luas pada tumbuhan. Asam giberalat adalah giberelin paling dikenal, tetapi sebenarnya lebih dari 60 senyawa dalam deret ini sekarang telah dikenal. Secara kimia mereka sangat erat berkaitan, jadi sukar dipisahkan dan dibedakan. Satu-satunya cara penentuan yang memuaskan adalah KGC-SM. (Harborne, 1987). Senyawa diterpenoid dapat berbentuk asiklik, bisiklik, trisiklik. Berikut ini adalah penjelsannya.
1)      Diterpen Asiklik

Fitol, adalah diterpen alkohol C20H40O, yang dikembangkan oleh Willstatter menjadi fragmen alkohol dari molekul-molekul klorofil dan kebanyakan di isolasi dari tumbuhan jelatang. Fitol merupakan alkohol primer tak jenuh mengandung 1 ikatan rangkap dan merupakan senyawa alisiklis. Pada ozonolisis akan menghasilkan aldehid glikolat dan keton jenuh C18H36O, yang mengandung gugus CH3CO- (reaksi haloform). Keton ini dapat ditulis C16H33COCH3, dan fitol dapat dituliskan dengan struktur parsial:

2)      Diterpen Monosiklik
Vitamin A1, dikenal dalam lemak alam dan minyak (misalnya, mentega, minyak hati ikan, minyak ikan pecak) merupakan senyawa penting yang dibutuhkan oleh hewan untuk pertumbuhan. Pada tahun 1942 vitamin A1 dalam kondisi kristalin dari minyak ikan pecak dengan menggunakan metode kromatografi dan destilasi molekuler. Vitamin A1, C20H30O adalah alkohol primer dengan oksidasi akan menghasilkan aldehid bersesuaian, C20H28O. Molekul ini memiliki 5 ikatan rangkap. 
Kamforen dengan rumus C20H32, merupakan diterpen hidrokarbon yang ditemukan dalam fraksi didih yang lebih tinggi dari minyak kamfor. Diperoleh dengan destilasi fraksinasi, mengandung 4 ikatan rangkap tidak terkonyugasi.
3)      Diterpen Disiklik
Sclareol, dengan rumus C20H36O2, merupakan diterpen disiklik dengan bentuk kristal, yang ditemukan dalam Salvia sclarea L. Di isolasi dengan ekstraksi pelarut dari daun. 
Manool, memiliki rumus C20H34O, merupakan diterpenoid bisiklik alkohol tersier yang terkandung dalam minyak esensial yang berasal dari kayu pohon cemara.
Asam Agatendikarboksilat diterpen ini berupa asam, dijumpai dalam berbagai jenis damar. Merupakan asam dikarboksilat, C20H30O4, mengandung 2 ikatan etilen, salah satunya dalam keadaan berkonyugasi dengan satu grup karboksil.

4)      Diterpen Trisiklik
Asam Abietat, dengan rumus C20H30O2, merupakan asam tak jenuh, memiliki 2 ikatan rangkap, yang berkonjugasi. 
Asam Dekstropimarat, dengan rumus C20H30O2.
Fikhtelit, merupakan hidrokarbon diterpen trisiklik jenuh, terdapat dalam fossil resin. Merupakan kristal padat, dengan titik lebur 46°C.


B. Biosintesis Senyawa Diterpenoid
            Secara umum biosintesa dari terpenoid dengan terjadinya 3 reaksi dasar yaitu :
1)      Pembentukan isopren aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat .
2)      Penggabungan kepala dan ekor dua unit isopren akan membentuk mono-, seskui-, di-, sester- dan poli-terpenoid.
3)      Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan triterpenoid dan steroid

Mekanisme dari tahap-tahap reaksi biosintesa terpenoid adalah asam asetat setelah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalonat. Reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforilasi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan Isopentenil pirofosfat (IPP) yang selanjutnya berisomerisasi menjadi Dimetil alil pirofosfat (DMAPP) oleh enzim isomerase. IPP sebagai unit  isopren aktif bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerisasi isopren untuk menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat yang menghasilkan Geranil pirofosfat (GPP) yaitu senyawa antara bagi semua senyawa monoterpenoid.
Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama menghasilkan Farnesil pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpenoid. senyawa diterpenoid diturunkan dari Geranil-Geranil Pirofosffat (GGPP) yang berasal dari kondensasi antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama.
C. Manfaat Senyawa Diterpenoid
            Diterpenoid mencakup beberapa senyawa dari segi fisiologi sangat menarik seperti golongan hormon tumbuhan yang dikenal sebagai giberelin. Seperti seskuiterpenoid, diterpenoid mencakup banyak senyawa yang bekerja sebagai fungisida, racun terhadap hewan, penolak serangga dan sebagainya. Senyawa ini dapat bersifat karsinogen. Beberapa senyawa ini mempunyai efek racun atau efek penolakan terhadap serangga sementara senyawa lainnya menarik serangga. Beberapa senyawa mempunyai aktivitas antivirus, sebagai fungisida dan pembentukannya disulut oleh infeksi fungus. Satu senyawa dari kemangi mempunyai aktivitas hormon remaja. Forskolin dari Coleus forskohli merupakan pengaktif khas adenilat siklase. Partenolida dari parthenum tanacetum berguna untuk mengobati migrain karena menghambat pelepasan serotonin.
            Menurut Gunawan (2008) unit diterpenoid aktiv pada herba meniran dapat dimanfaatkan sebagai antibacteri yaitu phytadiene.
       Selain itu menurut Pandi (2011) ekstrak  Morinda citrifolia yang mengandung taxol, efektif digunakan sebagai antitumor/antikanker, utamanya pada kanker payudara. Penelitian ini membuktikan bahwa jamur endofit L. theobromae adalah calon yang sangat baik untuk alternatif sumber pasokan taxol. Namun konfirmasi dari kegiatan vitro dalam dari taxol terhadap baris sel kanker payudara manusia harus mendorong penelitian lebih lanjut.

D. Isolasi dan Identifikasi senyawa diterpenoid
Penelitian bahan alam biasanya dimulai dari ekstraksi, isolasi dengan metode kromatografi sehingga diperoleh senyawa murni, identifikasi struktur dari senyawa murni yang diperoleh dengan metode spektroskopi, dilanjutkan dengan uji aktivitas biologi baik dari senyawa murni ataupun ekstrak kasarnya. Setelah diketahui struktur molekulnya biasanya juga dilanjutkan dengan modifikasi struktur untuk mendapatkan senyawa dengan aktivitas dan kestabilan yang diinginkan. Di samping itu, dengan kemajuan bidang bioteknologi, dapat juga dilakukan peningkatan kualitas tumbuhan atau organisme melalui kultur jaringan, maupun tumbuhan transgenik yang tentunya juga akan menghasilkan berbagai jenis senyawa metabolit sekunder baru yang beraneka ragam dan mungkin juga dengan struktur molekul yang berbeda dengan yang ditemukan dari tumbuhan awalnya.
Penentuan struktur molekul merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari isolasi senyawa kimia bahan alam. Senyawa hasil isolasi belum memiliki makna, jika belum diketahui struktur molekulnya. Metode penentuan struktur senyawa organik yang banyak digunakan adalah metode spektroskopi, yang meliputi UV, IR, NMR (1H dan 13C), dan MS. Untuk menentukan struktur senyawa organik yang relatif sederhana metode tersebut sudah cukup memadai, namun untuk senyawa dengan kerangka karbon yang cukup kompleks penggunaan NMR dua dimensi yang meliputi HMQC, HMBC, COSY, dan NOESY mutlak diperlukan. 
Senyawa diterpenoid memiliki banyak fungsi diantaranya ada juga yang berfungsi sebagai antimikroba seperti senyawa phytadine [M+] 278 yang ditemukan dalam tanaman herba meniran (Pyllanthus niruri Linn) dengan proses isolasi dan identfikasi menggunakan metode Kromatografi Gas – Spektroskopi Massa.
            Gunawan, I G. A. Gede Bawa, dan N. L. Sutrisnayanti telah melakukan penelitian terhadap isolasi dan identifikasi senyawa terpenoid yang aktif antbakteri pada Herba Menira (Pyllanthus niruri Linn). Proses isolasi senyawa terpenoid dilakukan sebagai berikut:
      1.      Herba meniran dikeringkan kemudian diblender sampai berbentuk serbuk.
      2.      Ekstraksi 

Ekstraksi senyawa terpenoid dilakukan dengan dua cara yaitu :
a.       Sokletasi
Seberat 1000 g serbuk kering herba meniran disokletasi dengan 5 L pelarut n –heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 50 mL KOH 10%. Ekstrak n heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktivitas antibakteri.
b.      Maserasi
Seberat 1000 g serbuk kering herba meniran dimaserasi menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol dipekatkan lalu dihidrolisis dalam 100 mL HCl 4 M. Hasil hidrolisis diekstraksi dengan 5 x 50 mL n – heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 10 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktivitas antibakteri.
c.       Skrinning Fitokimia
Hasil ekstraksi dengan cara sokletasi dan maserasi menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana pada kedua cara tersebut positif mengandung senyawa terpenoid. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya warna ungu setelah ekstrak n-heksana direaksikan dengan Pereaksi Lieberman Burchard.
d.      Uji aktivitas bakteri
Ekstrak n-heksanaa diuji aktivitasnya terhadap bakteri Eschericia coli dan Staphyloccocus aureus dengan tahap – tahap . Ekstrak yang positif terpenoid dan paling aktif antibakteri dipisahkan mengunakan kromatografi kolom dengan fase diam silika gel 60 dan fase gerak kloroform : metanol (3 : 7). Fraksi-fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom diuji fitokimia dan uji aktivitas antibakteri. Fraksi yang positif terpenoid dan paling aktif antibakteri dilanjutkan ke tahap pemurnian menggunakan kromatograi lapis tipis. Isolat yang relatif murni selanjutnya diidentifikasi menggunakan kromatogafi gas – spektroskopi massa.
e.       Pemisahan dengan Kromatografi kolom.
Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap ekstrak n-heksana hasil sokletasi memberikan daya hambat yang lebih besar dibandingkan ekstrak n-heksana hasil maserasi. Terhadap ekstrak n-heksana hasil sokletasi dipisahkan mengunakan kromatografi kolom menghasilkan tiga buah fraksi, yaitu fraksi A (1-27), fraksi B (28-33) dan fraksi C (34- ). Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa fraksi A dan fraksi C positif terpenoid yaitu memberikan warna merah muda (positif diterpenoid) pada fraksi A dan warna ungu muda (positif triterpenoid) pada fraksi C setelah direaksikan dengan pereksi Lieberman-Burchard.  Fraksi yang positif terpenoid selanjutnya dilakukan uji aktivitas antibakteri. 
f.       Identifikasi senyawa dengan metode Kromatografi gas-spektroskopi massa.
Dari hasil uji aktivitas antibakteri fraksi A memberikan daya hambat yang lebih baik sehingga fraksi A dilanjutkan ke tahap pemurnian. Hasil pemurnian menunjukkan noda tunggal. Hal ini dapat dikatakan fraksi A relatif murni secara KLT. Isolat yang relatif murni diidentifikasi menggunakan kromatografi gas – spektroskopi massa. Kromatogram gas fraksi n-heksana positif terpenoid dan aktif antibakteri terdapat  dua buah puncak dengan waktu retensi berturut-turut : 25,74 dan 21,93 menit. Berdasarkan data di atas senyawa tersebut mengandung dua buah senyawa. Spektrum massa senyawa puncak I mempunyai berat molekul m/z 278. Berdasarkan data base kromatografi gas - spektroskopi massa ditampilkan senyawa yang memiliki kemiripan 83% dengan senyawa pada puncak I. Senyawa tersebut adalah phytol dengan berat molekul m/z 296[M+],  Phytol dapat mengalami dehidrasi secara alami menjadi phytadiene pada kelompok B dari Botryococcus braunii dimana Botryococcus braunii merupakan salah satu spesies dari alga hijau.  Dengan demikian senyawa pada puncak I m/z 278 diduga sebagai senyawa phytadiene berdasarkan data Spektroskopi Massa, pola fragmentasi dan hubungan antara senyawa puncak I dengan phytol, phytadiene dan dodekane.
Spektrum senyawa pada puncak II  memiliki berat molekul m/z 335. Berdasarkan hasil penelusuran internet, terdapat beberapa buah senyawa dengan m/z 335 diantaranya DL-Leucyl-glycyl-DLphenylalanine, 4-metoksi-4-metil-1-(4-nitrophenyl)- decane-1,3-dione, 2-{1-[2-(3,4- dimethoxyanilino)-2-oxoethyl}cyclohexyl}acetic acid, 2-(acetylamino)-3{3(cyclopentylmethoxy) - 2- methoxyphenyl} propanoic acid.
Senyawa-senyawa tersebut memang memiliki berat molekul m/z 335 sesuai dengan m/z senyawa pada puncak II tetapi pola fragmentasi senyawa– senyawa tersebut tidak memenuhi pola fragmentasi senyawa pada puncak II. Oleh karena itu ditelusuri senyawa yang memiliki berat molekul m/z 336 yang memiliki pola fragmentasi yang memenuhi pola fragmentasi senyawa puncak II dengan asumsi bahwa senyawa dengan berat molekul m/z 336 adalah senyawa yang memiliki berat molekul m/z 335 [M+ - H].
Dari hasil penelitian terhadap isolasi dan identifikasi senyawa terpenoid dari tanaman Herba Maniran isimpulkan bahwa  Herba meniran (Phyllanthus niruri Linn) mengandung dua senyawa terpenoid yang diduga jenis phytadiene dan 1,2-seco cladiellan, di mana campuran kedua senyawa ini aktif terhadap bakteri Escherichia coli  dan bakteri Staphylococcus aureus.


Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

1. Dilarang Spam
2. Dilarang menggunakan kata-kata kasar/tidak sopan

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda